Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kewajiban Penggunaan Rupiah, Bank Sentral: BUMN Harus Berikan Contoh!

Bank Indonesia tengah memfinalisasi penyusunan nota kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara guna mendorong penggunaan mata uang rupiah dalam bertransaksi di dalam negeri.
Rupiah/JIBI-Rachman
Rupiah/JIBI-Rachman

Bisnis.com, BANDUNG--Bank Indonesia tengah memfinalisasi penyusunan nota kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara guna mendorong penggunaan mata uang rupiah dalam bertransaksi di dalam negeri.

Bambang Sukardi Putra, Deputi Direktur Departemen Hukum Bank Indonesia mengatakan dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia No 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI, semua transaksi di dalam negeri wajib menggunakan rupiah.

Artinya, seluruh pihak yang bertransaksi tunai dan nontunai di dalam negeri wajib menggunakan rupiah, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Adapun BUMN harus memberikan contoh. Saat ini, BI dengan Kementerian BUMN sedang finalisasi penyusunan nota kesepahaman bersama terkait hal ini. Kalau nanti masih ada yang bandel juga, kami mesti lewat atasnya lagi,” kata Bambang dalam kegiatan Pelatihan Wartawan di Bandung, Sabtu (9/5/2015).

Bambang memperkirakan, perjanjian antara kedua institusi ini bisa selesai sebelum 1 Juli 2015 atau saat berlakunya PBI tersebut. “Kami usahakan sebelum 1 Juli sudah bisa, kami ingin semuanya berjalan secara bersamaan, dan semuanya siap,” jelasnya.

Plt Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Eko Yulianto mengatakan jumlah BUMN di dalam negeri cukup banyak. Oleh sebab itu, diperlukan peran regulator untuk mendorong BUMN-BUMN tersebut. Menurutnya, penggunaan rupiah dalam setiap transaksi bisa menjadi kunci untuk mendukung tercapainya kestabilan nilai tukar rupiah.

Dia menilai hingga kini masih banyak transaksi di dalam negeri yang dilakukan dalam mata uang asing, termasuk oleh perusahaan BUMN yang kemudian juga berdampak terhadap tertekannya rupiah. Adapun, sebagian transaksi valas dilakukan oleh korporasi. Sementara itu, transaksi valas non tunai masih mendominasi hingga 95%.

“Kami akan mendorong semua pihak, termasuk BUMN. Ini dilakukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar,” jelasnya.

Bambang menambahkan, sebelum 1 Juli 2015 juga diharapkan Petunjuk Teknis terkait relaksasi untuk pelaku usaha akan segera terbit. Menurutnya, dalam PBI ini ada pasal yang menyebutkan bahwa aturan tidak boleh mengganggu kegiatan usaha. Jadi, juknis ini akan menjelaskan langkah apa yang harus dilakukan pelaku usaha bila belum siap menerapkan aturan tersebut.

“Jadi bisa atas inisiatif BI, atau pelaku usaha mengajukan permohonan ke Bank Indonesia untuk dilkeluarkan kebijakan tertentu. Harus disertai syarat administratif, legalitas pemohon, soal perpajakan dan sebagainya. Ini memberikan dispensasi bagi yang belum siap,” tambahnya.

Bila mendapatkan persetujuan BI, maka pelaku usaha tersebut tetap bisa melakukan transaksi valas sementara waktu.

Untuk diketahui, peraturan tersebut berlaku mulai 1 April 2015 namun ada penyesuaian atau masa transisi untuk transaksi non tunai sampai 30 Juni untuk menyelesaikan perjanjian jika sudah disusun dalam valuta asing. Sementara itu, perjanjian tertulis yang dibuat sebelum taggal 1 Juli 2015 tetap berlaku sampai berakhirnya perjanjian tertulis tersebut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper