Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertumbuhan Industri Pakan Terganggu

Industri pakan ternak mengalami pertumbuhan di bawah target akibat peternakan rakyat terpuruk sejak 2013 hingga saat ini.
Industri pakan ternak mengalami pertumbuhan di bawah target akibat  peternakan rakyat terpuruk sejak 2013 hingga saat ini./JIBI
Industri pakan ternak mengalami pertumbuhan di bawah target akibat peternakan rakyat terpuruk sejak 2013 hingga saat ini./JIBI

Bisnis.com, JAKARTA - Industri pakan ternak mengalami pertumbuhan di bawah target akibat  peternakan rakyat terpuruk sejak 2013 hingga saat ini.

"Pertumbuhan industri kami, dari target 12% [tahun lalu], cuma 8% yang diraih," ujar Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT)  Sudirman di Jakarta, Rabu (6/52015).
 
Bahkan, kata dia, ada enam sampai tujuh feedmill baru, hingga kini harus menunda realisasinya. "Jadi jika peternakan rakyat collapse, industri terkait [sperti pakan] yah kena imbasnya. Jadi ini harus diatasi pemerintah," tuturnya.
 
Menurut Sudirman, saat ini kapasitas industri pakan --dari sekitar 82 pabrik yang ada-- mencapai kurang lebih 20 juta ton. "Jika feedmill baru itu produksi, bertambah 1,5 juta ton," papa dia.
 
Sudirman meminta, pemerintah [Kementerian Pertanian]  turun tangan. "Soal mengatur supply [DOC yang berlebihan] adalah wewenang pemerintah. Dulu kami berharap Mentan ini [Andi Amran Sulaiman]," ujarnya.
 
"Jika Dirjen Peternakan [Syukur Iwantoro] tidak mampu, harusnya Menteri. Kalau menteri tak mampu, yah Presiden [Joko Widodo] dong. Mentan jangan hanya berpikir pertanian itu urus beras saja," tuturnya.

"Apakah pemerintah mau ribuan peternak berjatuhan akibat situasi ini akibat proses equilibrium? Kita tentu tidak mau. Industri terkait pun akan terganggu," tuturnya.

 

Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar)  Singgih Januratmoko mengatakan kondisi ini akibat kelebihan pasok bibit ayam pedaging [DOC] yang sudah berlangsung sejak dua tahun terakhir.

"Ini akibat ekspansi berlebihan dari breeder besar. Mereka menyiapkan capital expenditur besar. Ekspansi mereka agresif. PT Charoen Pokhhand Indonesia [Rp8,67 triliun] pada 2010-2014, Japfa Rp4,41 triliun periode yang sama," katanya.
 
Pedaging akhir 2015 mencapai 73 juta ekor per minggu. Padahal daya serap pasar hanya 42 juta-47 juta ekor per minggu. Begitu juga grand parent stock dan parent stock," ungkap dia.
 
Sudirman mengatakan ada instrumen yang bisa dimainkan pemerintah banyak. Pemerintah bisa kurang impor grand parent stock dan parent stock.
Impor DOC Grand Parent 2015 --sampai April ini-- hanya dilakukan oleh Charoen Pokhphand Jaya Farm sebanyak 212.399 ekor.
 
Pada 2010, total impor 444.171 ekor oleh Charoen Pokphand Jaya Farm (176.965 ekor), Japfa Comfeed Indonesia (115.681), Bibit Indonesia (49.296), CJ-PIA (28.210), Cibadak Indah Sari farm (24.810), Hybro Indonesia (16.640), Missouri (16.629), dam Wonokoyo Jaya Corporindo (15.940).
 
Sementara itu, dari data Kementerian Perdagangan, dari total impor 852.052 ekor, pada 2014, 49,8% dilakukan Charoen yakni 191.753 ekor melalui Charoen Pokphand Jaya Farm dan Charoen Pokhpand Jaya Farm (Produksi GGP) 232.718 ekor. Disusul  Japfa Comfeed Indonesia 138.001 (16,2%), Bibit Indonesia (7,3%), CJ-PIA (5,8%),
Wonokoyo Jaya Corporindo (3,7%), Taat Indah Bersinar (3,3%), Hybro Indonesia (3,1%), Missouri (2,8%), Cibadak Indah Sari Farm (2,7%), Expravet Nasuba (2%),  Satwa Borneo Jaya (1%), Reza Perkasa 1,7%) dan Karya Indah Pertiwi (0,6).
 
Selain menekan impor DOC, GPMT mengusulkan  pemerintah bisa menggunakan  Undang Undang Pangan N0.18 2012,  UU Perdagngan No.7 Tahun 2014 dan UU Peternakan dan Kesehatan Hewan No.18 Tahun 2009.
 
[Pasal 4] UU Pangan mengatakan penyelenggara pangan bertujuan (a) meningkatkan kemampuan memproduksi pangan secara mandiri. (b) Mewujudkan tingkat kecukupan pangan, terutama pangan pokok dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai kebutuhan masyarakat. (c) Meningkatkan kesejahteraan bagi petani, nelayan, pembudidayaa ikan dn pelaku usaha pangan.
 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Martin Sihombing

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper