Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PASAR ASEAN: Industri Tekstil Pesimistis Jadi Unggulan

Kalangan industri tekstil dan produk tekstil atau TPT menilai hingga saat ini belum ada upaya serius dari pemerintah untuk menjadikan sektor ini sebagai unggulan saat pasar bebas Asean.

Bisnis.com, BANDUNG—Kalangan industri tekstil dan produk tekstil atau TPT menilai hingga saat ini belum ada upaya serius dari pemerintah untuk menjadikan sektor ini sebagai unggulan saat pasar bebas Asean.

Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat Kevin Hartanto mengatakan selama ini pemerintah selalu menggembor-gemborkan jika industri TPT merupakan sektor yang paling diunggulkan saat pasar bebas Asean karena banyak menyerap tenaga kerja.

Namun, hal tersebut bertolak belakang dengan fakta di lapangan meskipun banyak menyerap tenaga kerja. Selama ini industri TPT justru kelabakan dengan banyaknya akumulasi beban yang kerap dialami antara lain kenaikan upah, ekonomi yang labil, serta lainnya.

"Sampai sekarang belum ada perhatian penuh dari pemerintah untuk industri TPT. Hanya ada Kementerian Perindustrian yang peduli, sementara Kementerian Keuangan masih banyak mendapat keluhan dari industri," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (28/4).
 
Menurut Kevin, kendala untuk menjadi sektor unggulan pada pasar bebas Asean 2015 yakni kian maraknya impor produk dari luar negeri terutama China.

Padahal, jika pemerintah melakukan upaya serius untuk membenahi pasar TPT dalam negeri dari gempuran impor bisa berdampak baik bagi industri lokal.

“Hal penting yang harus dibenahi untuk pasar bebas Asean yakni peningkatan daya saing, terutama terhadap produk impor,” ujarnya.

Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (Apsify) menyatakan produksi serat sintetis pada kuartal I/2015 turun dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu akibat derasnya arus impor ke Indonesia

Sekretaris Jenderal Apsify Redma Gita Wiraswasta mengatakan penurunan produksi memang sengaja dilakukan karena stok barang tahun lalu masih tersimpan.

Kendati demikian, pihaknya belum bisa merinci berapa besar penurunan produksi serat sintetis tersebut.

"Banyak pelaku yang menghentikan produksinya karena kita ingin menghabiskan stok terlebih dahulu. Kondisi saat ini pasar lokal kita kalah bersaing, padahal 90% produk untuk pasar lokal. Sementara pasar dunia juga kondisinya sedang buruk," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper