Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Relaksasi Impor Masih Berlanjut, Inaplas Was-was Investor Bahan Baku Mundur

Inaplas mengkhawatirkan potensi keraguan investor bahan baku plastik untuk berinvestasi di Indonesia seiring dengan relaksasi impor yang masih berlanjut
Ilustrasi industri plastik/JIBI
Ilustrasi industri plastik/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) mengkhawatirkan potensi keraguan investor bahan baku plastik untuk berinvestasi di Indonesia seiring dengan relaksasi impor yang masih berlanjut. 

Adapun, pemerintah baru saja mencabut Pemendag 8/2024 tentang Pengaturan Impor dan direvisi ke aturan baru yakni Permendag 16/2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. 

Sekjen Inaplas Fajar Budiono mengatakan aturan yang termasuk dalam paket deregulasi tersebut tak banyak memengaruhi aturan impor bahan baku plastik atau petrokimia.

Menurut Fajar, aturan tersebut hanya menambah syarat impor yakni Pertimbangan Teknis (Pertek) untuk produk tekstil hilir. Sementara itu, dari sisi hulu masih direlaksasi dengan hanya menggunakan Perizinan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS). 

"Tadinya memang sudah tidak ada, jadi tak ada perubahan, cuma tekstil yang ditambahkan Pertek. Itu bagus untuk industri tekstil hilir. Kita berharap industri garmen dan lain-lain bisa naik utilisasinya sehingga daya belinya ada," kata Fajar kepada Bisnis, Senin (30/6/2025).

Di satu sisi, kebijakan tersebut tetap menjadi angin segar bagi industri tekstil hilir dan pakaian jadi yang selama ini dibanjiri produk impor murah. Penerapan syarat Pertek dapat mendukung penyerapan produk hulu, termasuk petrokimia. 

Kendati demikian, pengguna produk petrokimia lainnya, termasuk bahan baku plastik masih direlaksasi untuk impor. Fajar pun menyoroti langkah pemerintah untuk subtitusi impor yang akan terganggu jika bahan baku masih di relaksasi impornya. 

"Itu pasti mengganggu [subtitusi impor]. Karena kan yang diimpor cuma di hilirnya, hulunya belum. Substitusi hulunya belum. Baru dihilirnya aja. Mudah-mudahan nanti hulunya," tuturnya.

Terlebih, Fajar melihat tren impor bahan baku industri masih terus meningkat. Kondisi ini yang dinilai perlu dikaji lagi terkait dengan kuota impor agar sesuai dengan data aktual pasokan dan permintaan produk dalam negeri. 

"Itu perlu dibedah lagi karena kalau kita lihat impornya itu kan tiap tahun naik terus. Meskipun sudah dikenakan pertek sama LS. Tapi kan impornya masih naik. Nah ini ada yang perlu di-link and match kan lagi," ujarnya. 

Dalam hal ini, dia pun mewanti-wanti keraguan investor akan regulasi perlindungan pasar. Fajar menyontohkan investasi megaproyek Grass Root Refinery (GRR) Tuban atau Kilang Tuban yang digarap oleh perusahaan asal Rusia Rosneft dan PT Kilang Pertamina Internasional (KPI). Proyek ini disebut dapat menjadi subtitusi impor bahan baku plastik

Adapun, kedua negara masih menghitung ulang terkait keekonomian dari proyek minyak dan petrokimia ini. Pasalnya, nilai investasi yang digelontorkan cukup fantastis yakni US$23 miliar atau setara Rp377,38 triliun atau naik dari sebelumnya US$13,5 miliar. 

"Jangan sampai mereka juga nanti di tengah jalan akhirnya banyak revisi-revisi tidak menarik lagi, secara keekonomian mereka akan ubah lagi nanti itungannya," jelasnya. 

Oleh karena itu, Fajar berharap ke depannya pemerintah mendukung permintaan bahan baku industri yang dipasok dari dalam negeri. Hingga saat ini, pihaknya melihat belum ada arah dukungan subtitusi impor bahan baku tersebut. 

"Tapi ya mudah-mudahan next ada aturan lain lagi yang bisa memberikan perlindungan industri dalam negeri. Pokoknya kan tiap tahun kan suplai demandnya harus diperhatikan. Artinya demand dalam negeri kalau bisa disuplai dalam negeri dulu baru selesainya diimpor," pungkasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper