Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

MSPT Pertanyakan Alasan Menkopolhukam Tedjo Ikut Urus Iklan Rokok

Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Masyarakat Sipil Pengendalian Tembakau (MSPT) meminta agar Kemenkopolhukam, terutama Menteri Tedjo Edhy Purdijatno agar tidak ikut mencampuri kewenangan pemerintah daerah dalam menerbitkan aturan larangan iklan rokok di reklame di sejumlah titik di DKI Jakarta dan Bogor.

Bisnis.com, JAKARTA - Pada awal 2015, diketahui bahwa demi menurunkan angka kematian akibat merokok dan memberikan perlindungan khusus kepada anak dan perempuan yang menjadi korban zat adiktif rokok, Pemprov DKI Jakarta mengambil langkah berani dengan mengeluarkan larangan iklan rokok di reklame yang akan dipasang di seluruh wilayah DKI Jakarta.

Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basyuki Tjahaja Purnama pun tak tanggung-tanggung mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI No. 1 tahun 2015 tentang larangan penyelenggaraan reklame rokok dan produk tembakau pada media luar ruang. Kebijakan tersebut berlaku semenjak 13 Januari 2015.

Ahok- sapaan akrab Basuki Tjahaja Purnama merasa bahwa meskipun harus kehilangan pemasukan untuk pajak daerah dari iklan rokok pada media luar ruang, pihaknya tetap memberlakukan aturan itu dengan tegas demi masa depan anak-anak lebih penting dari sekedar pendapatan iklan dari rokok.

Namun demikian, berdasarkan informai, pada Selasa (14 April 2015), pukul 10.00 wib, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan akan mengadakan rapat dengan berbagai pihak terkait larangan reklame rokok dan produk tembakau pada media luar ruang.

Latar belakang dari pertemuan tersebut adalah keberatan yang diajukan oleh Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) terhadap Pemerintah DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Bogor terkait dengan pelarangan total iklan rokok pada media luar ruang.

Menurut AMTI, peraturan yang dikeluarkan oleh kedua pemerintah daerah itu bertentangan dengan PP 109/2012 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-XI/2013 yang membolehkan iklan rokok dengan ketentuan tertentu.

Melihat hal tersenbut, sejumlah aktivis yang tergabung dalam Masyarakat Sipil Pengendalian Tembakau (MSPT) meminta agar Kemenkopolhukam, terutama Menteri Tedjo Edhy Purdijatno agar tidak ikut mencampuri kewenangan pemerintah daerah dalam menerbitkan aturan larangan iklan rokok di reklame di sejumlah titik di DKI Jakarta dan Bogor.

MSPT terdiri dari Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Koalisi Smoke Free Jakarta, YLKI, Indonesian Tobacco Control Network, Lentera Anak Indonesia, Tobacco Control Support Center, Aktivis Pengendalian Tembakau, dll. 

"Ada apa Kemenko Polhukam mempertanyakan kebijakan larangan reklame rokok di Jakarta? Apakah kebijakan tersebut telah mengancam keamanan nasional?," tutur Dollaris Riauaty Suhadi, Koalisi Smoke Free Jakarta, Senin (13/4/2015).

Padahal, lanjutnya kebijakan larangan reklame rokok adalah untuk melindungi masyarakat dari bahaya merokok dan secara khusus melindungi anak-anak dan perempuan menjadi perokok pemula.

Bahkan, lanjutnya dari aspek hukum, setiap upaya mewujudkan masyarakat sehat dan cerdas harus dipandang sebagai tujuan dari hukum. Sebaliknya setiap upaya membuat sakit masyarakat (karena mengkonsumsi rokok) adalah gangguan 'keamanan' yang justru harus diatasi.

"Sebaiknya Pak Menko Pulhukam tidak usah ikut cawe-cawe ngurusi iklan rokok. Kan ada urusan yang lebih penting lagi yang menjadi tupoksi Kemenkopolhukam, seperti ancaman terorisme, dan keamanan lainnya," tutur Tulus Abadi, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Menurutnya ada beberapa hal yang sangat mencolok dari pertemuan tersebut yang perlu disikapi dengan kritis. Salah satunya, sangat jelas pengabaian terhadap pemangku kepentingan dalam undangan pertemuan.

Otoritas kesehatan, yaitu Kementerian Kesehatan dan/atau Kementerian Koordinasi bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang membawahi Kementerian Kesehatan serta institusi bidang kesehatan atau kesejahteraan masyarakat di Provinsi DKI Jakarta dan Kota Bogor tidak diundang.

"Hal ini menyebabkan substansi yang melatarbelakangi tindakan pembatasan reklame rokok, yakni kesehatan masyarakat, tidak mendapatkan ruang untuk didiskusikan," tuturnya.

Demi keadilan penguasaan isu dalam pertemuan tersebut, sudah seharusnya otoritas kesehatan diundang. Lebih jauh, pertemuan tersebut juga mengabaikan pemangku kepentingan yang terpenting, yaitu masyarakat luas.

Menurutnya apabila AM TI sebagai kelompok kepentingan dalam industri tembakau diundang untuk memberikan keterangan, dengan membawa narasumber yang pro terhadap kepentingan mereka, maka sudah seharusnya pula kelompok kepentingan yang membela kesehatan masyarakat diikutsertakan.

"Dari pemilihan pihak yang diundang saja dapat diketahui ketimpangan informasi yang akan terjadi dalam pertemuan tersebut. Hal ini kemungkinan terjadi karena ketidaktahuan, namun juga bisa terjadi karena desain untuk memenangkan kepentingan tertentu," tuturnya.

Selain itu, lanjutnya, dengan kepastian timpangnya informasi dalam pertemuan tersebut, Kemenko Polhukam akan kehilangan perspektif menyeluruh dalam bidang politik, hukum dan keamanan serta Hak Asasi Manusia (HAM) yang secara konsisten ditunjukkan oleh industri rokok.

Pertemuan yang terfokus pada masalah pembatasan reklame rokok yang lebih ketat oleh dua pemerintah daerah akan kehilangan konteks yang lebih luas dan komprehensif, yang seharusnya dipergunakan leh Kemenko Polhukam untuk melihat motivasi apa yang ada di balik pengajuan keberatan oleh AMTI tersebut.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper