Bisnis.com, JAKARTA - Ditjen Pajak (DJP) benar-benar kalah. Kendati belum ada Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur pengecualian pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) jasa jalan tol pada kendaraan logistik, Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito akhirnya mencabut Perdirjen No. PER-10/PJ/2015.
Pencabutan itu dilakukan dengan mengeluarkan aturan baru yakni Perdirjen No. PER - 16/PJ/2015 yang diteken Sigit pada 31 Maret lalu.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2015 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Jalan Tol dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, tulis pasal 1 aturan itu seperti dikutip Bisnis.com, Senin (6/4/2015).
Belum ada keterangan resmi kembali dari otoritas pajak terkait langkah ini. Padahal, sebelumnya, Sigit memantapkan posisi akan mencabut Perdirjen itu jika sudah ada PP pengecualian pengenaan pajak 10% golongan II ke atas. "Kalau [PP] enggak keluar [sebelum April], itu [perdirjen] tetap berlaku," ujarnya belum lama ini.
Dengan dibatalkannya pengenaan PPN jasa jalan tol lewat pencabutan payung hukum tersebut, praktis hingga April belum ada tambahan masukan dari PPN jasa jalan tol yang sedianya ditaksir akan menambah penerimaan pajak Rp1,2 triliun.
Dalam catatan Bisnis.com, usulan pengecualian ini muncul setelah adanya rapat koordinasi antara Menko Perekonomian, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera), dan Menteri Keuangan pada 13 Maret lalu.
Sigit berujar jika PPN dipukul rata untuk semua penggunaa jalan tol termasuk kendaraan logistik akan berpotensi mengerek inflasi karena ada dampak ikutan pada naiknya harga barang-barang kebutuhan pokok.
Namun demikian, pihaknya menegaskan pengguna mobil pribadi akan tetap kena PPN 10% jika menggunakan jasa jalan tol. Pengenaan itu, lanjutnya, jelas di atur undang-undang. Selama ini ditunda karena jasa jalan tol masih dalam pengembangan. Menurutnya, tahun ini menjadi waktu yang tepat menerapkan pajak tersebut.
Selain itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Basuki Hadimuljono menyatakan penundaan timing 1 April dilakukan karena adanya pertimbangan terkait sejumlah faktor seperti pelemahan nilai tukar rupiah, kenaikan harga gas elpiji, dan kenaikan harga BBM.
Belum Ada Keputusan
Dia pun sebelumnya menegaskan akan ada kepastian keputusan terbaru yang akan dilakukan pasca evaluasi 20 Maret, utamanya terkait kondisi ekonomi di dalam negeri. Namun, hingga saat ini belum ada keputusan apapun yang diambil pemerintah.
"Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan bulan ini PP pengecualian tersebut akan selesai bulan ini. Itu [PP] diselesaikan kira-kira bulan April lah targetnya," ujarnya.
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Irawan mengatakan pengecualian tersebut tidak akan berpengaruh banyak pada penerimaan pajak karena mayoritas pengguna jasa jalan tol masih kendaraan pribadi golongan I.
Dia pun mengatakan pengenaan PPN 10% itu akan dilakukan bersamaan dengan kenaikan tarif regular dua tahunan per ruas jalan rol. Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) mencatat tahun ini ada 19 ruas tol yang akan mengalami penyesuaian tarif yang sebagian besar akan terjadi pada Oktober yaitu 12 ruas.
Sementara itu kenaikan paling awal pada Mei yakni ruas Makassar Seksi IV. "Ya kalau belum ada keputusan pengenaan hingga Mei, ruas tersebut akan dikenai PPN dua tahun lagi, katanya.