Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diminta tidak membuka kran impor gula kristal putih (GKP) pada tahun ini meskipun diperkirakan terjadi penurunan produksi GKP dibandingkan capaian tahun lalu sebesar 2,58 juta ton.
Tahun lalu, Asosiasi Gula Indonesia (AGI) mencatat realisasi impor GKP mencapai 21.600 ton dari rencana sebelumnya sebesar 350.000 ton.
Secara total, impor gula tahun lalu mencapai 3,56 juta ton.
Tahun ini, AGI memprediksi produksi gula turun menjadi 2,54 juta ton karena areal budidaya tidak bertambah signifikan. Bahkan, terjadi kecenderungan penurunan areal tebu rakyat di jawa hingga 10%.
Senior Advisor AGI Adig Suwandi mengatakan meskipun produksi GKP diperkirakan turun namun importasi GKP tidak diperlukan karena stok gula saat ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi.
“Selain stok lebih dari cukup, juga pada bulan April terdapat 8 PG di Sumsel dan Lampung mulai giling. Sedangkan sebagian besar PG di Jawa mulai panen raya tebu medio Mei 2015,” katanya, Rabu, (11/3).
Adig mengatakan importasi gula seharusnya dibatasi untuk kebutuhan industri skala besar pada tahun ini sehingga tidak ada lagi efek rembesan pasar yang menggangu daya beli gula petani tebu.
Pasalnya, harga gula tahun lalu yang rendah membuat petani merugi sehingga mereka tidak memiliki dan cukup untuk diinvestasikan kembali ke kebun.
Tahun lalu, harga gula pada awal giling 2014 masih berkisar Rp 8.,400 per kg , tetapi begitu masuk medio hingga akhir giling tinggal Rp 7.800-Rp 7.950/kg.
Adig mengatakan hal tersebut membuat petani memutusan tidak membongkar tanaman untuk diganti bibit dari varietas unggul.
Tahun ini, AGI memprediksi produksi gula turun menjadi 2,54 juta ton karena areal budidaya tidak bertambah signifikan. Bahkan, terjadi kecenderungan penurunan areal tebu rakyat di jawa hingga 10%.
Senior Advisor AGI Adig Suwandi mengatakan meskipun produksi GKP diperkirakan turun namun importasi GKP tidak diperlukan karena stok gula saat ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi.
“Selain stok lebih dari cukup, juga pada bulan April terdapat 8 PG di Sumsel dan Lampung mulai giling. Sedangkan sebagian besar PG di Jawa mulai panen raya tebu medio Mei 2015,” katanya, Rabu, (11/3).
Adig mengatakan importasi gula seharusnya dibatasi untuk kebutuhan industri skala besar pada tahun ini sehingga tidak ada lagi efek rembesan pasar yang menggangu daya beli gula petani tebu.
Pasalnya, harga gula tahun lalu yang rendah membuat petani merugi sehingga mereka tidak memiliki dan cukup untuk diinvestasikan kembali ke kebun.
Tahun lalu, harga gula pada awal giling 2014 masih berkisar Rp 8.,400 per kg , tetapi begitu masuk medio hingga akhir giling tinggal Rp 7.800-Rp 7.950/kg.
Adig mengatakan hal tersebut membuat petani memutusan tidak membongkar tanaman untuk diganti bibit dari varietas unggul.
Juga tidak melakukan perluasan areal. Tanaman tebu dipertahankan melalui keberadaan keprasan dengan budidaya seadanya dan jauh dari praktek terbaik.
Hal itu berpotensi menurunkan produktivitas tebu dari 70,8 ton/ha (2014) menjadi 68,7 ton (2015).
Hal itu berpotensi menurunkan produktivitas tebu dari 70,8 ton/ha (2014) menjadi 68,7 ton (2015).
Apabila agroklimat tahun ini baik, Adig memperkirakan penurunan produktivitas terkompensasi dengan peningkatan rendemen dari 7,64% menjadi 8,02%.
"Sehingga, Petani dan PG perlu memanfaatkan sisa waktu hingga giling tiba untuk bisa memperbaiki lingkungan pertumbuhan tanaman sehingga menunjang tercapainya hasil panen lebih baik," jelasnya.
"Sehingga, Petani dan PG perlu memanfaatkan sisa waktu hingga giling tiba untuk bisa memperbaiki lingkungan pertumbuhan tanaman sehingga menunjang tercapainya hasil panen lebih baik," jelasnya.