Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Upaya UE Hambat Produk Pangan RI Harus Diwaspadai

Kementan menyatakan berbagai aturan yang diberlakukan Uni Eropa untuk menghambat masuknya produk impor dalam bidang pangan patut diwaspadai sebab selama ini ekspor Indonesia ke kawasan tersebut cukup besar, antara lain untuk produk CPO, kopi dan coklat.
Produk pertanian Indonesia beberapa kali terhambat masuk ke pasar Eropa karena terganjal standarisasi yang diterapkan Uni Eropa, salah satunya adalah buah pala/Ilustrasi Buah pala-ditjenbun.pertanian.go.id
Produk pertanian Indonesia beberapa kali terhambat masuk ke pasar Eropa karena terganjal standarisasi yang diterapkan Uni Eropa, salah satunya adalah buah pala/Ilustrasi Buah pala-ditjenbun.pertanian.go.id

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian menyatakan berbagai aturan yang diberlakukan Uni Eropa untuk menghambat masuknya produk impor dalam bidang pangan patut diwaspadai sebab selama ini ekspor Indonesia ke kawasan tersebut cukup besar, antara lain untuk produk CPO, kopi dan coklat.

Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian Banun Harpini mengakui Uni Eropa cenderung intensif menerbitkan standar-standar terkait dengan keamanan pangan. Uji Endocrine Disruptors (ED)—zat kimia pengganggu hormon—memang masih belum diterapkan Uni Eropa, tetapi hambatan nontarif seperti sanitary and phytosanitary measures (SPS) cukup sering digunakan.

“Karena itu kita wajib mencermati terus sidang-sidang SPS di WTO, juga isu mengenai standar yang dikembangkan multinational company. Namun, kita juga harus ikut melakukan counter dan basis kajian ilmiah yang harus dicermati terhadap standar yang ingin mereka terapkan,” katanya, baru-baru ini.

Produk pertanian Indonesia beberapa kali terhambat masuk ke pasar Eropa karena terganjal standarisasi yang diterapkan Uni Eropa, salah satunya buah pala. Komoditas ekspor unggulan itu pernah  ditolak dengan alasan kandungan aflatoksin melebihi standar. Uni Eropa menerapkan syarat kandungan aflotoksin 15 ppb sementara di Indonesia batasan minimumnya 200 ppb untuk pala yang diekspor.

“Selama ini produk kita yang suka dipermasalahkan paling banyak ya pala. Tahun lalu 10 kali tonase penolakan pala di UE, utamanya oleh Brusel,” katanya.

Walau pala yang ditolak Uni Eropa itu tidak terlalu besar yakni 0,004% dari total volume ekspor produk pertanian pada tahun lalu, Banun berujar perlu ada peningkatan jaminan mutu yang dikeluarkan Otoritas Keamanan Pangan Daerah (OKPD). Faktor lingkungan saat proses shipping yang berpotensi menambah jamur aflatoxin juga perlu diantisipasi.

Selain buah pala, komoditas minyak kelapa sawit juga terganjal syarat kadar peroksida maksimal 0,9% yang diberlakukan Rusia khusus untuk produk Indonesia dan Malaysia. Padahal, kadar peroksida minyak kelapa sawit di Indonesia sudah memenuhi standar internasional yang ditetapkan oleh Codex, yaitu 5%.

“Soal isu peroksida itu, sampai saat ini kita masih berjuang di pertemuan SPS WTO pada akhir Maret ini. Kita terus pertanyakan tentang penerapan peroksida yang ditetapkan Rusia karena itu sebetulnya menabrak aturan dari standar Codex pangan,” ujarnya.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper