Bisnis.com, BANDUNG - Koperasi Peternak Bandung Selatan Jawa Barat kesulitan mengupayakan penambahan populasi sapi perah yang berkurang akibat pembatasan jumlah sapi pedaging dua tahun lalu. Upaya KPBS tersebut masih dinilai lambat karena harus mengimpor bibit dari luar seperti Australia.
Ketua KPBS Aun Gunawan mengatakan pihaknya bersama pihak swasta terus berupaya menambah jumlah sapi perah, namun terbilang lambat karena ada keharusan mengimpor dari luar.
"Penambahan yang baik itu juga ada bantuan dari pemerintah meskipun tetap impor," ujarnya kepada Bisnis.com, Minggu (8/3/2015).
Aun mengungkapkan pihaknya akan kembali mengimpor sapi pada April 2015 mendatang untuk peternak rakyat. Pasalnya peternak rakyat harus segera melakukan pembibittan keturunan lagi.
Menurut Aun, selain pembatasan jumlah sapi pedaging penyebab melambatnya pertumbuhan populasi sapi perah juga dikarenakan lahan hijau yang terus berkurang akibat sejumlah pembangunan. Pasalnya, peternak rakyat sebenarnya tidak memiliki lahan sendiri dan menumpang pada pihak yang mempunyai.
Berkurangnya populasi sapi berdampak pula pada pemenuhan kebutuhan susu di Indonesia yang masih terendah di antara negara Asean. Sampai sekarang pemenuhan kebutuhan susu sapi di Indonesia hanya 11,82 liter per kapita setiap tahunnya.
Adapun sertifikasi bibi sapi perah, katanya, hingga saat ini pemerintah masih kurang mengintensifkannya salah satunya lewat pertumbuhan bibit dari hasil perkawinan. Dia menjelaskan faktanya sampai sekarang masih ada sapi perah peternak yang belum tersertifikasi, atau tidak terdeteksi untuk disertifikasi.
Aun menyarankan agar produktivitas segala stakeholder baik ternak dan peternak terus ditingkatkan terutama pemerintah di bidang perindustrian dan perdagangan dalam menggalakkan konsumsi susu di masyarakat. Hal tersebut untul mendorong semangat peternak meningkatkan populasi dan produktivitas.
Populasi sapi perah milik anggota KPBS mengalami penurunan sekitar 30% pada 2013 akibat penjagalan liar sejak 2011. Berdasarkan informasi, saat ini hanya tinggal sekitar 14.000 dari 18.000 ekor sapi.
Investasi
Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Jabar meminta pemerintah untuk mendorong investasi pada sektor sapi perah. Hal ini lantaran 80% kebutuhan bahan baku industri masih berasal dari impor.
Sekretaris PPSKI Jabar Robby Agustiar mengatakan jika sektor investasi ini tidak dikembangkan, maka seterusnya Indonesia harus bergantung pada susu impor. "Bahkan saat periode 2011-2013 terjadi penjagalan besar-besaran terhadap sapi perah. Hal ini menimbulkan produksi susu yang menurun," katanya.
Dia meminta adanya kebijakan pemerintah yang merubah dari pola kemitraan menjadi pola kredit sehingga mendorong masyarakat untuk membuat usaha peternakan sapi perah. "Kita butuh paling tidak hingga 100.000 bibit baru, supaya kita bisa hasilkan susu yang kualitas baik, kondisi sekarang sudah kritis," katanya.
Dinas Peternakan (Disnak) Jabar terus menggenjot sertifikasi terhadap bibit sapi perah guna meningkatkan kualitas susu sapi serta mengejar swasembada nasional. Saat ini sekitar 80% susu nasional masih didapat dari impor, sementara sisanya dipasok dalam negeri.
Kepala Disnak Jabar Dody Firman Nugraha mengatakan sertifikasi bibit sapi perah dilakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Dalam aturan itu disebutkan pada Pasal 13 Ayat 6 jika setiap bibit yang beredar wajib memiliki sertifikat yang memuat keterangan silsilah dan ciri-ciri keunggulan. “Sertifikat merupakan keharusan sebagai jaminan jika ternak sapi perah memiliki keunggulan, bebas dari penyakit menular dan memiliki kepastian hak untuk dipelihara sesuai ketentuan,” katanya.
Dia menjelaskan penggenjotan sertifikasi bibit sapi perah ini diharapkan mampu secara perlahan meningkatkan produksi sapi perah yang biasanya hanya satu ekor 13 liter/hari menjadi 20 liter/hari.
Dody menyebutkan jumlah sapi betina produktif pada awal 2013 sekitar 120.000 ekor dan saat ini yang tercatat 103.000 ekor.(k4/k29)