Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BPS: Produksi Beras Jabar 2014 Diperkirakan Naik 125,24%

Badan Pusat Statistik Jawa Barat mencatat angka sementara produksi kedelai Jabar 2014 diperkirakan mencapai 115.261 ton biji kering, atau naik 125,24% dibandingkan 2013.
Badan Pusat Statistik Jawa Barat mencatat angka sementara produksi kedelai Jabar 2014 diperkirakan mencapai 115.261 ton biji kering, atau naik 125,24% dibandingkan 2013./JIBI
Badan Pusat Statistik Jawa Barat mencatat angka sementara produksi kedelai Jabar 2014 diperkirakan mencapai 115.261 ton biji kering, atau naik 125,24% dibandingkan 2013./JIBI

Bisnis.com, BANDUNG — Badan Pusat Statistik Jawa Barat mencatat angka sementara produksi kedelai Jabar 2014 diperkirakan mencapai 115.261 ton biji kering, atau naik 125,24% dibandingkan 2013.

Produktivitas tanaman kedelai juga mengalami peningkatan 13,65% dari 14,34 kuintal per ha pada 2013 menjadi 16,30 kuintal per ha pada 2014.

Kabid Statistik Produksi BPS Jabar Ruslan mengatakan peningkatan produksi kedelai pada 2014 dipicu peningkatan luas panen sebesar 98,19% dari 35.682 hektare (ha)  pada 2013 menjadi 70.719 ha pada 2014. 

“Pada 2013 produksi kedelai mencapai 51.172 ton biji kering. Dengan kata lain, peningkatan produksi kedelai di Jabar meningkat hingga 64.089 ton pada 2014,” katanya di Bandung, Selasa (3/3/2015).

Dia melanjutkan dalam kurun waktu dua tahun terakhir terjadi peningkatan produksi kedelai.

Peningkatan produksi kedelai 2013 dipicu peningkatan luas panen sebesar 17,59% atau 5.337 ha, dari 35.682 ha menjadi seluas 39.345 ha.

Sementara itu, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Diperta) Jabar menyatakan peningkatan angka sementara produksi kedelai Jabar 2014 yang mencapai 125,24% disokong harga pembelian pemerintah (HPP) yang telah ditetapkan.

Kabid Produksi Tanaman Pangan Disperta Jabar Uneef Primadi menyebutkan HPP kedelai saat ini mencapai Rp7.400 per kilogram yang nilainya tergolong tinggi sehingga meningkatkan motivasi petani untuk menggenjot penanaman.

Bahkan, fakta di lapangan para petani menjual hasil panen dengan harga di atas HPP.

"Mereka banyak yang menjual di atas HPP, hingga sekitar Rp8.600 per kilogram. Petani jadi percaya diri," katanya.

Dia melanjutkan dengan hasil produksi yang meningkat pula, Jabar menempati posisi ketiga setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Uneef menargetkan angka tetap produksi kedelai Jabar bisa mencapai 125.000 ton biji kering dan menempati posisi kedua nasional.

Selain peningkatan HPP, Uneef menilai peningkatan produksi juga dipicu program sekolah lapangan pengelolaan tanaman terpadu (SLPTT) kedelai pada 2014.

Dalam program tersebut, petani diberi bantuan berupa benih, pupuk, pestisida, pupuk organik, rizobium, dan pertemuan selama tiga bulan.

"Petani sudah dinilai lulus. Selanjutnya, pada tahun ini programnya menjadi gerakan penerapan tanaman terpadu (GPTT). Programnya hampir sama tapi tidak ada pertemuan rutin,” ujarnya.

Di lain pihak, Pakar Pertanian Unpad Tomi Perdana menganalisis Indonesia tidak akan mampu berswasembada kedelai  karena disebabkan banyak hal di antaranya terkait cuaca, budaya, hingga pasar.

Untuk cuaca, waktu penyinaran matahari yang lebih pendek tidak lebih dari tiga bulan, sedangkan di negeri asalnya—Amerika--bisa mencapai enam bulan. Sehingga bentuk kedelai lebih besar dan produktivitasnya tinggi.

"Selain itu, pemerintah pun perlu memberikan insentif bagi petani yang menanam. Sebab, selama ini kedelai bukan tanaman utama bagi petani lokal melainkan tanaman sela sehingga perlu ada faktor pemicunya," ujarnya.

Selanjutnya, mengenai pasar, selama dibiarkan masih terbuka petani akan kesulitan mendapatkan kepastian harganya.

"Oleh karena itu, pemerintah perlu menyambungkan antara petani dan industri," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jabar Entang Sastraatmadja  pesimistis swasembada kedelai mampu diwujudkan.

Dia beralasan komoditi tersebut tergolong tanaman subtropik sehingga kurang cocok ditanam di Indonesia yang beriklim tropis.

Selain itu, penelitian pengembangan kedelai juga terbilang minim. Hal karena politik anggaran untuk kedelai juga sangat kecil dibandingkan padi.

"Bila memang pemerintah ingin swasembada kedelai, maka butuh keseriusan dari politik anggarannya," katanya.(k4/k6/k29)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper