Bisnis.com, JAKARTA - Rapat Paripurna DPR RI pada Jumat (13/2/2015) malam akhirnya menyetujui pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2015 menjadi Undang-undang APBN Perubahan 2015.
Dalam APBN-P 2015 yang pembahasannya selesai 30 hari sesuai ketentuan itu ditetapkan target pendapatan negara dan hibah sebesar Rp1.761,6 triliun, dan pengeluaran atau belanja negara sebesar Rp1.984,1 triliun.
Dengan demikian, defisit dalam anggaran ini sebesar Rp222,5 triliun atau 1,9% terhadap produk domestik bruto (PDB). Persentase itu tidak mengalami perubahan dari yang diusulkan dalam draf awal RAPBN-P 2015.
Defisit dalam anggaran yang pertama kali disusun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla ini masih terjadi meski pada anggaran perubahan ini pemerintah memiliki ruang fiskal yang cukup luas untuk membiayai proyek-proyek pembangunan.
Dana itu berasal dari pemangkasan subsidi bahan bakar minyak (BBM), turunnya harga minyak dunia, peningkatan penerimaan pajak, serta penghematan belanja kementerian/lembaga. Setidaknya ada tambahan Rp230 triliun yang bisa dimanfaatkan.
Rapat paripurna DPR pengambilan keputusan atas RUU tentang perubahan atas UU Nomor 27 tahun 2014 tentang APBN 2015 yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan itu sempat diskors hampir selama sembilan jam, setelah dibuka pada pukul 11.15 WIB, karena ada lobi-lobi antarpimpinan fraksi di DPR.
Asumsi makro dalam APBN-P 2015 yang disetujui adalah pertumbuhan ekonomi 5,7%, laju inflasi 5,0% dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp12.500. Selain itu, tingkat suku bunga SPN 3 bulan sebesar 6,2%, harga ICP minyak mentah Indonesia US$60 per barel, lifting minyak 825.000 barel per hari, dan lifting gas 1.221.000 barel setara minyak per hari.
Berbagai target pembangunan yang lebih terukur juga muncul dalam UU APBN-P 2015 antara lain tingkat pengangguran 5,6 persen, angka kemiskinan 10,3%, rasio ketimpangan pendapatan (gini ratio) 0,40 dan Indeks Pembangunan Manusia sebesar 69,4.
Dari target pendapatan negara dan hibah tersebut, utamanya bersumber dari penerimaan perpajakan yang mencapai Rp1.489,3 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp269,1 triliun dan hibah Rp3,3 triliun.
Rincian PNBP yakni dari mineral dan batu bara Rp52,2 triliun, kehutanan Rp4,7 triliun, perikanan Rp578,8 miliar, Kementerin Hukum dan HAM Rp4,28 triliun, dan Penerimaan Badan Layanan Umum (BLU) Rp23,09 triliun. Deviden BUMN ditargetkan Rp36,9 triliun, berasal dari Pertamina Rp6,34 triliun, PLN Rp5,4 triliun dan lainnya Rp25,1 triliun.
Untuk subsidi energi disepakati Rp137,8 triliun. Rinciannya, subsidi BBM, elpiji 3 kg dan LGV Rp64,6 triliun, dan subsidi listrik Rp73,1 triliun. Suntikan modal berupa Penyertaan Modal Negara untuk BUMN sebesar Rp64,8 triliun.
Sementara itu, belanja negara ditargetkan antara lain berasal dari pagu belanja pemerintah pusat Rp1.319,5 triliun, yang terdiri dari belanja Kementerian Lembaga Rp795,4 triliun dan belanja non-Kementerian Lembaga Rp524,1 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp664,6 triliun.
Secara keseluruhan, ada perubahan dari sisi pendapatan negara yang menurun dari draf awal RAPBN-P 2015 sebesar Rp7,3 triliun dan penghematan belanja Rp29,6 triliun serta pembiayaan Rp7,2 triliun, sehingga ada tambahan alokasi Rp29,5 triliun.
Alokasi tersebut dimanfaatkan untuk tambahan belanja Rp20,9 triliun antara lain untuk Kementerian Lembaga Rp16,3 triliun, transfer ke daerah dan dana desa Rp3 triliun dan pengurangan defisit Rp1,5 triliun, serta penerbitan SBN Rp9 triliun dan pembayaran bunga utang Rp440 miliar.
Bantu Pemerintah Menteri Keuangan Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mengatakan penetapan APBN-P 2015 sangat penting karena memiliki peran sebagai instrumen pendorong pertumbuhan ekonomi dan membantu pemerintahan baru dalam mencapai tujuan pembangunan.
"APBN-P dilandasi pertimbangan atas usulan pemerintah untuk melakukan beberapa perubahan kebijakan fiskal, guna meningkatkan efektivitas APBN sebagai instrumen pendorong pertumbuhan dan percepatan pencapaian tujuan pembangunan," kata Menkeu Bambang ketika menyampaikan pandangan pemerintah, usai rapat paripurna DPR persetujuan UU APBN-P 2015.
Menkeu mengatakan pemerintah telah merealokasi anggaran yang kurang produktif maupun kurang tepat sasaran kepada sektor yang lebih produktif seperti dukungan sektor pendorong pertumbuhan, pemenuhan kewajiban dasar dan pengurangan kesenjangan serta infrastruktur konektivitas.
"Alokasi belanja infrastruktur telah melampaui belanja subsidi energi yang menunjukkan struktur anggaran yang lebih baik, dengan menjamin keberpihakan kepada golongan masyarakat kurang mampu melalui Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar dan perlindungan sosial lainnya," katanya.
Selain itu, peningkatan alokasi transfer ke daerah dan dana desa diharapkan menjadi stimulus dalam mendorong percepatan pembangunan nasional dan pemberdayaan masyarakat desa secara efisien dan efektif.
Infrastruktur Pemerintah memiliki anggaran untuk belanja infrastruktur sesuai di APBN-P 2015 sebesar Rp290,3 triliun, atau naik Rp99 triliun dibanding APBN baseline 2015 yang hanya Rp191.3 triliun. "Ini anggaran infrastruktur terbesar dibanding tahun-tahun sebelumnya. Anggaran ini juga jauh dibanding besaran anggaran untuk belanja subsidi BBM yang hanya Rp64,7 triliun," kata Menkeu.
Dalam postur APBN-P 2015 anggaran infrastruktur yang dialokasikan di Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp209,9 triliun. Kementerian yang paling banyak mendapat alokasi anggaran infrastruktur adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) sebesar Rp105 triliun, Kementerian Perhubungan Rp52,5 triliun, serta Kementerian ESDM sebesar Rp5,9 triliun.
Pemerintah juga mengalokasikan anggaran infrastruktur pada belanja non-K/L, di antaranya untuk Dana Alokasi Khusus Rp29,7 triliun, Otonomi Khusus Infrastruktur Provinsi Papua dan Papua Barat sebesar Rp3,8 triliun, dan Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp28,8 triliun.
Bambang optimistis investasi pemerintah melalui belanja infrastruktur ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai 5,7 persen sesuai target di APBN-P. Dia meyakini belanja infrastruktur ini akan memberikan stimulus guna melengkapi sumbangan faktor lain untuk pertumbuhan ekonomi, yang masih didominasi konsumsi rumah tangga, dan memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi hingga 4,8%-5%.