Bisnis.com, SEMARANG - Kantor Perwakilan Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah I mengakui mayoritas importir di wilayah ini merupakan pengemplang pajak yang telah merugikan negara mencapai Rp300 miliar.
Kepala Bidang Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak (P4) Kanwil DJP Jateng I Rafael Alun Tri Sambodo mengatakan hingga saat ini terdapat lima wajib pajak dalam proses penyidikan karena diketahui tidak membayar pajak.
“Pengemplang pajak yang paling banyak adalah importir, disusul distributor,” papar Rafael dalam paparan di Kantor DJP Jateng I, Selasa (3/2/2015).
Menurutnya, modus importir yakni membeli barang dari luar negeri dengan memanfaatkan pihak ketiga yang pada akhirnya menerbitkan faktur pajak yang tidak sesuai dengan transaksi sebenarnya atau faktur palsu.
Atas kejadian tersebut, pendapatan negara berkurang atau merugi sekitar Rp200 miliar-Rp300 miliar.
“Satu importir yang saat ini dalam tahap pengejaran telah merugikan negara senilai Rp1,9 miliar,” paparnya.
Dalam proses pengejaran tersebut, pihak DJP Jateng I bekerja sama dengan Pengadilan Negeri Semarang dan Polda Jateng untuk melakukan pemanggilan paksa terhadap yang bersangkutan.
Data DJP Jateng I menyebutkan penyidikan berjalan sampai Desember 2014 sebanyak empat WP, penyidikan selesai hingga Desember 2014 sebanyak dua WP.
Adapun pemeriksaan bukti permulaan (buper) berjalan tercatat pada Desember tahun lalu sebanyak 20 WP dan pemeriksaan buper selesai hingga Desember mencapai 18 WP.
Dari pengaduan masyakarat yang telah diproses hingga akhir 2014 mencapai 59 aduan dan aduan yang belum diproses sebanyak 106 aduan.
Selama 2014, penerimaan pajak yang diperoleh Kanwil DJP Jateng I hanya Rp16,865 triliun (95%) atau di bawah target senilai Rp17,747 triliun.
Kepala Kanwil DJP Jateng I Edi Slamet Irianto memaparkan realisasi penerimaan pajak yang meleset dari target ini lantaran sebagian wajib pajak membayar pajak di Direktorat Jenderal Pajak pusat.
Kendati demikian, Edi mengatakan penerimaan pajak selama 2014 menunjukkan pertumbuhan 34,79% dibandingkan dengan realisasi pada 2013.
Kontribusi pertumbuhan terbesar diperoleh dari Pajak Pertambahan nilai (PPn) dan Pajak Pertambahan nilai Barang Mewah (PPnBM) yang mencapai 43,97%, sedangkan untuk pertumbuhan PPh nonmigas mencapai 28,64%.