Bisnis.com, JAKARTA — Para pakar menilai program pengampunan pajak alias tax amnesty jilid III akan membuat pengemplang pajak semakin banyak.
Managing Partner Tax RSM Indonesia Ichwan Sukardi mengaku bingung dengan wacana penerapan tax amnesty jilid III pada tahun ini. Menurutnya, program tax amnesty sangat tidak adil bagi wajib pajak yang sudah patuh memenuhi kewajibannya.
"Dari sisi level of compliance [tingkat kepatuhan] ini tidak tidak mendidik," ujar Ichwan seperti yang disiarkan kanal YouTube SRM Indonesia, dikutip pada Selasa (14/1/2025).
Padahal, sambungnya, Direktorat Jenderal Pajak sudah membangun Coretax atau sistem inti administrasi perpajakan untuk meminimalisir pengemplangan pajak.
Ichwan meyakini Coretax bisa membuat pemerintah semakin mudah mengindentifikasi pengemplang pajak. Dengan demikian, para pelaku pengemplang pajak bisa lebih mudah ditindak secara hukum.
"Ini malah difasilitasi yang tidak comply [patuh] untuk tetap dibebaskan dari jerat hukum gitu, termasuk juga di dalamnya tindak pidana perpajakan, kan, yang digadang-gadang bahwa tax amnesty akan melindungi," ujarnya.
Baca Juga
Sejalan, ekonom senior Samuel Sekuritas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menyatakan program tax amnesty hanya akan membuat efektivitas perpajakan semakin buruk, apalagi diterapkan dalam waktu dekat.
Dalam 10 tahun terakhir, pemerintah sebenarnya sudah pernah dua kali mengeluarkan kebijakan tax amnesty yaitu jilid I (periode 18 Juli 2016—31 Maret 2017) dan jilid II (1 Januari—30 Juni 2022) melalui Program Pengungkapan Sukarela atau PPS.
"Padahal dulu sudah dibilang, 'Ini yang terakhir,' eh, ada lagi. Akhirnya orang akan kehilangan trust [kepercayaan] dan pada akhirnya akan banyak yang ngemplang," jelas Fithra pada kesempatan yang sama.
Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia ini menilai bahwa program tax amnesty diberlakukan berkali-kali hanya menunjukkan ketidakberhasilannya.
"Kalau saya menteri keuangannya, saya tidak akan melakukan tax amnesty sekali lagi. Kenapa? Buruk, kemarin saja sudah enggak berhasil," tutup Fithra.
Sebagai informasi, wacana penerapan tax amnesty jilid III terungkap usai Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengampunan Pajak resmi masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2025.
Usulan RUU Tax Amnesty sendiri pertama kali muncul dalam rapat kerja antara Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan pemerintah dan DPD pada Senin (18/11/2024).
Ketua Baleg DPR Bob Hasan mengingatkan bahwa pemerintah baru Presiden Prabowo Subianto memerlukan dana yang tidak sedikit untuk mengeksekusi berbagai program unggulan seperti makan bergizi gratis hingga renovasi dan pembangunan sekolah-sekolah.
Menurutnya, program tax amnesty bisa menjadi salah satu cara untuk meraih dana segar jumbo secara instan bagi pemerintah. Bagaimanapun, para konglomerat akan membayar uang tebusan atas pengungkapan atau deklarasi harta yang selama ini tidak dipajaki.
"Intinya itu pemerintah butuh duit. Untuk ngolah-ngolah semua ini kan enggak mungkin dengan selalu pinjam-pinjam," jelas Bob kepada Bisnis, Jumat (22/11/2024).