Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia menilai target pemerintah untuk meningkatkan nilai ekspor produk minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) dan turunannya hingga US$ 36 miliar pada 2019 tidak realistis alias tidak masuk akal mengingat beberapa kebijakan yang kontradiktif untuk menaikkan ekspor saat ini.
Direktur Eksekutif GAPKI Fadhil Hasan mengatakan target yang dicetuskan Kementerian Perdagangan beberapa hari lalu tersebut sangat berat terwujud mengingat target capaian itu hampir dua kali lipat dari total perkiraan nilai ekspor CPO dan turunannya tahun lalu yang mencapai US$ 20,8 miliar.
Dengan mempertimbangkan produksi dan permintaan saat ini, dia memproyeksikan volume ekspor produk dan turunannya hanya mampu mencapai 25 juta ton pada 2019.
“Kalau misalnya dikalikan harganya US$ 1.000 (per metrik ton) saja, target masih tidak tercapai. Kita mendukung sepenuhnya target pemerintah, tapi hitungan kami itu agak berat sekali.” katanya dalam Refleksi
Industri Kelapa Sawit 2014 dan Prospek 2015, Jumat (30/1).
Padahal, harga CPO masih berada di bawah USD 750 per metrik ton atau level terendah dalam lima tahun terakhir saat ini. Adapun, harga CPO saat ini berada di level US$ 650 per metrik ton.
Sementara itu,instrumen bea keluar atau pungutan terhadap produk eskpor dinilai bertentangan dengan keinginan pemerintah untuk menggenjot ekspor, menaikkan penerimaan dan menggalakan hilirisasi secara bersamaan.
Apalagi, Fadhil mengatakan ada usulan di Kementerian Perindustrian untuk menurunkan ambang batas pengenaan bea keluar yang saat ini berada di level US$ 750. Sehingga, pengusaha tidak bersemangat untuk mengekspor produknya.
“Ini kan kontraproduktif dengan upaya kita untuk meningkatkan ekspor. Maka kalau mau meningkatkan ekspor, jangan ada kebijakan yang saling bertentangan,” katanya.