Bisnis.com, JAKARTA— Selama ini terjadi kesenjangan antara bisnis hulu dan hilir rumput laut. Petani merasa penyerapan industri pengolahan di dalam negeri minim. Tapi industri pengolahan alias hilir justru merasa suplai dari hulu terbatas karena petani lebih memilih ekspor.
Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan rumput laut termasuk salah satu dari empat cabang industri berbasis maritim yang menjadi fokus kementerian hingga lima tahun mendatang. Adapun tiga sektor lain, yaitu pengolahan ikan, galangan kapal, dan garam.
"Suplai bahan baku ke industri pengolahan rumput laut terbatas karena masih diekspor dalam bentuk mentah," kata Saleh.
Data Kemenperin menunjukkan rendahnya produksi industri pengolahan rumput laut di dalam negeri. Produksi riil hanya sekitar 20.000 ton per tahun dari kapasitas terpasang 33.000 ton. Jumlah ini menunjukkan utilisasi baru di level 60,6%.
Utilisasi diyakini bisa mencapai 100% apabila seluruh bahan baku rumput laut diolah di dalam negeri. Tapi petani cenderung memilih ekspor karena merasa harga jual ke luar negeri lebih menguntungkan daripada kepada industri pengolahan domestik.
Kementerian Perindustrian menjanjikan adanya peningkatan kemitraan antara industri hulu dan hilir di bidang rumput laut. Cara ini diharapkan bisa meningkatkan nilai tambah melalui penghiliran di dalam negeri.
Selain intensifikasi kemitraan antara hulu dan hilir, Kemenperin mengklaim ada beberapa program lain untuk memperbaiki kinerja industri pengolahan rumput laut. Pertama adalah peningkatan pasokan bahan baku rumput laut itu sendiri.
Kedua Perindustrian akan mengembangkan sarana dan prasarana industri hilir melalui bantuan mesin dan peralatan pengolahan ke berbagai daerah.Ketiga peningkatan kemampuan penyediaan mesin dan peralatan pendukung pengolahan rumput laut.
Opsi kelima adalah pemberian insentif fiskal dan nonfiskal. "[Terakhir] adalah pembangunan industri kecil dan menengah rumput laut," ucap Saleh.
Manakala hilir merasa kekurangan bahan baku, pebisnis di sisi hulu yang diwakili Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) justru mengaku kesulitan menjual ke industri pengolahan domestik. Bahan baku rumput laut untuk industri diklaim asosiasi stoknya tinggi tanpa disebutkan rinci.
Serapan Rendah
Ketua ARLI Safari Azis dalam keterangan tertulis yang diterima Bisnis.com, Jumat (16/1/2015), mengatakan penyerapan industri pengolahan domestik relatif rendah. Penyebabnya adalah daya beli hilir minim dibandingkan dengan pembeli dari China, Filipina, dan Cili.
“Ekspor pasti lebih tinggi karena penyerapan dari industri pengolahan kita masih kecil. Pelaku lebih suka mengekspor rumput laut kering karena di luar negeri harganya tinggi,” ujar Safari.
Dengan demikian dari sudut pandang ARLI yang terjadi di lapangan bukan kekurangan bahan baku melainkan penyerapan industri pengolahan yang minim. Tapi Direktur Ind Makanan Hasil Laut dan Perikanan Kemenperin Abdul Rochim berpendapat pada dasarnya memang ARLI lebih berpihak kepada ekspor.
“Salah satu upaya [tingkatkan penghiliran domestik] dengan bea keluar yang masih dikaji berapa pasnya agar petani juga tidak dirugikan,” ujar Abdul.
Kementerian Perindustrian berupaya meningkatkan kinerja industri pengolahan melalui insentif nonfiskal berupa bantuan mesin dan peralatan. Pada tahun lalu diberikan bantuan kepada tujuh provinsi, Nusa Tenggara Barat, Nusat Tenggara Timur, Maluku, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.