Bisnis.com, JAKARTA—Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengharapkan pemerintah sebaiknya meninjau kembali Surat Edaran Menteri Pendayagunaan dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) terkait larangan pegawai negeri sipil (PNS) menyelenggarakan rapat di hotel.
Wakil Ketua PHRI Hariyadi Sukamdani menuturkan peraturan tersebut berdampak signifikan terhadap industri hotel dan restoran di Tanah Air. Pasalnya, pengelola hotel di Tanah Air kehilangan pendapatan sekitar 30%—50% akibat aturan ini.
“Pendapatan rata-rata hotel di Jakarta berkurang 30% sejak aturan ini diberlakukan. Bahkan, ada beberapa hotel yang pemasukannya berkurang hingga 50%,” tuturnya disela-sela audiensi stakeholders pariwisata dengan Komisi X DPR, Senin (19/1).
Hariyadi menuturkan hotel swasta bukanlah musuh yang harus dijauhi birokrasi. Industri hotel justru menyerap banyak tenaga kerja dan industri lain, misalnya makan dan minuman. Karena itu, dia menilai jika peraturan ini masih berlaku akan berimbas pada bisnis para pemasok makanan dan minuman ke hotel-hotel.
Menurutnya, permasalahan yang dihadapi pemerintah saat ini adalah pola anggaran yang kurang tepat. Konsep yang diterapkan adalah anggaran dalam satu tahun harus dihabiskan. Hal inilah yang membuat banyak oknum memanfaatkan peluang untuk menggunakan anggaran untuk kepentingan pribadi.
“Instansi pemerintah itu bila target anggaran tak tercapai bisa terjadi rekayasa anggaran. Salah satu yang paling mudah diutak-atik itu soal pos akomodasi dan perjalanan dinas,” tambahnya.
Ketua Komisi X DPR RI Teuku Riefky Harsya mengatakan akan menampung aspirasi dari PHRI terkait keberatan pengelola hotel akan peraturan larangan PNS melaksanakan rapat di hotel. Dia menambahkan domain mitra kerja Komisi X DPR RI saat ini adalah Menteri Pariwisata.
“Kami akan melakukan rapat dengan Menteri Pariwisata Kamis, 22 Januari 2015. Kami berharap Menpar bisa membawa permasalahan ini ke rapat Kabinet untuk disampaikan langsung ke Presiden dan Menteri-Menteri terkait,” ujarnya.