Bisnis.com, BITUNG-- Sebanyak 8 dari 55 pabrik pengolahan ikan di Bitung telah berhenti berproduksi, karena kekurangan pasokan ikan segar.
Pasokan ikan segar merosot drastis sebagai imbas aturan baru yang dirilis oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan perihal larangan transshipment, larangan penggunaan tenaga asing, serta aturan mengenai verifikasi ulang perizinan eks-kapal asing. Beleid tersebut mengakibatkan kapal-kapal nelayan di Bitung tidak dapat berlayar.
Basmi Said, Ketua Asosiasi Unit Pengolahan Ikan Kota Bitung, mengatakan pabrik-pabrik pengolahan ikan telah berhenti beroperasi karena pasokan ikan yang ada tidak cukup memenuhi batas minimal yang dibutuhkan untuk mencapai titik impas operasional pabrik.
“Delapan pabrik yang tutup itu tergolong pabrik yang berskala besar, sisanya pabrik yang kecil-kecil masih bisa jalan sedikit-sedikit,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (16/1/2015).
Guna memenuhi kebutuhan ikan segar, lanjutnya, para pengusaha pengolahan ikan telah menjajaki pembelian ikan dari wilayah perairan lain seperti Kendari, Kotabaru, dan Muara Baru, Jakarta. Namun demikian, pasokan ikan dari sejumlah tersebut dinilai belum mampu memenuhi kebutuhan.
Para pengusaha pengolahan ikan juga mulai menjajaki kemungkinan mengimpor ikan segar dari Maladewa, China, dan India.
Kapasitas terpasan perusahaan pengolahan ikan di Bitung mencapai sekitar 1.400 ton perhari. Pada musim paceklik ikan akibat kapal-kapal tidak diizinkan berlayar, produksi merosot tajam hingga menjadi 20% dari kapasitas.
Jika diasumsikan harga ikan adalah Rp12.000 perkg sesuai standar Bangkok, maka nilai kerugian yang diderita mencapai sekitar Rp5,28 miliar perhari atau Rp158,40 miliar per bulan. (Bisnis.com)
BACA JUGA:
Pemprov DKI Jakarta Suntik Bank DKI Rp500 Miliar
Ahok Mau Tiru Sistem Transportasi Chicago
Ini 10 Firma Humas Global Pemelintir Opini Publik