Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonomi AS dan Dolar Menguat, Ini Peluang Produk Pertanian Indonesia

Ekspor produk industri berbasis pertanian Indonesia ke Amerika Serikat berpeluang meningkat terkait dengan membaiknya perekonomian Negeri Paman Sam dan menguatknya kurs dolar AS.
Ilustrasi/Jibi
Ilustrasi/Jibi

Bisnis.com, JAKARTA - Ekspor produk industri berbasis pertanian Indonesia ke Amerika Serikat berpeluang meningkat terkait dengan membaiknya perekonomian Negeri Paman Sam dan menguatknya kurs dolar AS.

Beberapa komoditas andalan yang kinerja ekspornya tinggi ke AS antara lain karet, kakao, kepala sawit, tekstil dan produk tekstil, serta elektronik dan alas kaki.

"Membaiknya ekonomi AS dan menguatnya nilai tukar AS ini justru menguntungkan ekspor industri pertanian untuk membuat surplus neraca pembayaran Indonesia," ujar Sunarso, anggota Forum Alumni Institut Pertanian Bogor (FA-IPB) .

Selain itu, sambungnya, kondisi itu akan menarik investasi langsung yang memberikan nilai tambah dari AS ke Indonesia, khususnya di sektor pertanian.

FA-IPB menilai belajar dari berbagai krisis ekonomi global yang berimbas pada perekonomian Indonesia, terbukti sektor industri berbasis pertanian selalu bisa menyelamatkan neraca perdagangan Indonesia.

"Untuk itu Indonesia harus fokus mempercepat pembangunan di sektor pertanian dan infrastruktur pendukung, sehingga 2015 ini menjadi momentum untuk mengembangkan industri pertanian," jelasnya.

Namun, Sunarso, yang juga Direktur Komersial dan Bisnis PT Bank Mandiri Tbk. mengingatkan situasi yang positif di AS ini tetap harus diwaspadai khususnya rencana kenaikan suku bunga The Fed.

"Dikhawatirkan kenaikan suku bunga The Fed akan betimbas pada tight liquidity pada kuartal ke II/2015, di tengah menguatnya nilai tukar dolar AS."

Dia menambahkan membaiknya perekonomian di AS ini tidak diikuti dengan Uni Eropa, Jepang dan China yang justru mengalami pelambatan ekonomi dan harga komoditas global cenderung stagnan karena dampak melemahnya harga minyak dunia hingga ke level US$57,3 per barel.

Indonesia, tegasnya, harus dapat memaksimalkan peluang tersebut dengan terus mempercepat pembangunan infrastruktur dan membutuhkan financing support yaitu likuiditas.

"Untuk itu perlu kebijakan mobilisasi dana masyarakat dan kebijakan devisa hasil ekspor."

Selain itu, menekan impor dengan cara menyeleksi komoditas yang betul-betul dibutuhkan negara ini dan tidak dapat memenuhinya secara mandiri.

Arif Budimanta, anggota FA IPB yang juga anggota DPR Komisi XI periode 2009-2014, menekankan perlunya kebijakan fiskal yang ekspansif.

Namun, sambungnya, harus diikuti dengan politik anggaran dan desentralisasi fiskal yang memihak pada kelompok marginal, serta pengelolaan inflasi khususnya yang bersumber dari bahan makanan.

"Untuk mengelola ekspektasi masyarakat dan pasar, maka kebijakan pembangunan, fiskal dan moneter tetap harus diarahkan untuk menanggulangi defisit perdagangan dan mengurangi pengangguran serta kemiskinan," jelasnya.

Arif menambahkan, khusus pengelolaan inflasi bahan makanan yang perlu diperbaiki dari sisi suplai dan distribusi harus dilakukan secara sistematis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper