Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia memprediksi neraca perdagangan November akan kembali defisit dipicu oleh masih lemahnya harga komoditas andalan Indonesia, terutama minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan batu bara.
"Prediksinya ya sedikit defisit tapi ini jangka pendek, jelas impor migasnya masih tinggi," kata Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung, Jumat (19/12/2014).
Padahal November 2013 neraca perdagangan tercatat surplus hingga US$776,8 juta dan menjadi surplus tertinggi sejak April 2012. Adapun data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan neraca perdagangan Oktober 2014 surplus US$20 juta. Namun jika diakumulasi dari Januari-Oktober 2014 neraca perdagangan masih defisit hingga US$1,65 miliar.
Senada, Kepala Ekonom PT Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih memprediksi neraca perdagangan November masih minus. Sebabnya karena harga komoditas utama yang tak kunjung bangkit. "Kita sangat bergantung pada dua komoditas itu," katanya pada Bisnis.com, Minggu (21/12/2014).
Hingga kini komoditas mentah, terutama CPO dan batu bara, masih mendominasi ekspor Indonesia dengan kontribusi lebih dari 50%. Padahal harganya jatuh seiring dengan berakhirnya supercycle commodity dan melambatnya permintaan dari konsumen utama, seperti China.
Perlemahan harga minyak yang cukup dalam juga dinilai ambil bagian memperburuk suasana pasar komoditas. Perbaikan harga yang berarti belum tampak hingga kini. Di sisi lain, meski harga minyak turun hal itu belum membantu memperbaiki defisit neraca perdagangan dan justru mengurangi pendapatan ekspor migas.