Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah tengah melakukan pemeriksaan pengajuan restitusi wajib pajak sekitar Rp82 triliun sebagai penekan shortfall —selisih antara realisasi dan target penerimaan— pajak yang diperkirakan menganga lebar tahun ini.
Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pajak Mardiasmo mengatakan tahun ini target restitusi Rp85 triliun, tetapi hingga saat ini baru terkumpul Rp83 triliun. Di sisi lain, ada pengajuan pencairan restitusi sekitar Rp82 triliun yang akan periksa kelengkapan dokumen dan persyaratannya.
“Kita akan bayar sesuai dengan hak dan kewajibannya, tetapi harus lengkap dokumennya, sesuai peraturan perundangan. Alhamdulillah, enggak sampai Rp83 triliun,” kata dia ketika ditanya wartawan terkait optimalisasi penerimaan pajak hingga akhir tahun, Jumat (12/12/2014).
Restitusi yakni pengembalian penerimaan pajak dari negara kepada wajib pajak apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Restitusi yang ditahan lazim digunakan Ditjen Pajak guna mendongkrak penerimaan pajak.
Angka yang disampaikan Mardiasmo kemarin jauh lebih tinggi dari perkiraan pemeriksaan pengajuan restitusi wajib pajak sekitar Rp50 triliun. (Bisnis, 3/12)
Sebelumnya, Mardiasmo mengungkapkan banyak proses restitusi PPN yang dilakukan selama ini tidak dilakukan secara benar. Dia mencontohkan antara lain adanya pengajuan restitusi PPN dari wajib pajak, tetapi belum mencatatkan pajak keluaran.
Meski demikian, dia menegaskan Ditjen Pajak akan melakukan proses restitusi sesuai peraturan perpajakan, dan tidak akan menahan restitusi. Dia juga berencana mengevaluasi proses pengajuan restitusi pada masa mendatang.
“Jangan pajak keluarannya itu belum ada, tapi sudah diberikan. Ini kan menalangi toh. Nanti saya mau lihat apakah ada loop holes yang harus diperbaiki untuk restitusi PPN itu. Apakah itu PPN akan dikreditkan, jadi pajak masukan, baru restitusinya,” tuturnya.
Dari sisi aturan perpajakan, menunda pencairan restitusi memang tak melanggar ketentuan. Hal itu tertuang dalam pasal 17B UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Dalam pasal 17 B ayat 1, disebutkan Ditjen Pajak memiliki waktu maksimal 12 bulan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) sejak surat permohonan permohonan restitusi dari wajib pajak diterima secara lengkap dan telah dilakukan pemeriksaan dokumen.
Jika dikabulkan, Ditjen Pajak nantinya akan menerbitkan SKP Lebih Bayar, tetapi tidak menutup kemungkinan terbitnya SKP Pajak Nihil atau SKP Kurang Bayar. Apabila Ditjen Pajak tidak memberikan suatu keputusan dalam waktu maksimal yang ditentukan, maka permohonan restitusi dianggap dikabulkan yang otomatis diikuti penerbitan SKP Lebih Bayar paling lama satu bulan setelah waktu maksimal berakhir.
Lalu, apabila ternyata SKP Lebih Bayar terlambat diterbitkan, maka otoritas pajak harus memberikan imbalan bunga sebesar 2% per bulan dihitung sejak berakhirnya waktu maksimal kepada wajib pajak hingga diterbitkannya SKP Lebih Bayar.