Bisnis.com, JAKARTA-- Ditjen Bea dan Cukai akan melakukan ekstensifikasi lewat penambahan objek kena cukai untuk mendongkrak penerimaan negara tahun depan, di tengah kondisi ekonomi yang dinilai masih belum menguntungkan.
Direktur Penerimaan, Peraturan Kepabeanan dan Cukai DJBC Susiwijono Moegiarso mengatakan pihaknya harus siap dengan permintaan Presiden Joko Widodo untuk menambah penerimaan negara dengan insentifikasi maupun ekstensifikasi.
“Intensifikasi banyak cara lah dengan operasi, audit dan macam-macam lah. Nah sekarang ekstensifikasi pilihannya memperluas objeknya,” ujarnya kepada Bisnis di kantornya, Selasa (9/12/2014)
Data terbaru DJBC, realisasi penerimaan bea dan cukai hingga 30 November 2014 –sebulan sebelum akhir tahun—senilai Rp141,65 triliun atau sekitar 81,5% dari target APBNP 2014 senilai Rp173,73 triliun. Realisasi paling rendah ada pada bea keluar yakni Rp10,9 triliun atau 52,92% dari target APBNP 2014 Rp20,6 triliun.
Seperti diberitakan sebelumnya, Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Agung Kuswandono mengatakan tidak tercapainya penerimaan negara kepabaean dan cukai lebih dikarenakan menurunnya sisi bea keluar (BK) yang diproyeksikan hanya mampu mencapai 57% dari APBNP 2014 Rp20,6 triliun.
“Selama ini [target bea dan cukai] 100%, tapi baru kali ini kering. Sejak 2007, kita selalu tercapai. Baru kali ini kita shortfall,” kata Agung belum lama ini.
Hingga akhir November 2014, realisasi tertinggi masih ada pada sektor cukai Rp101,47 triliun atau 86,39% dari target Rp117,45 triliun. Menurut Susiwijono, karena adanya perlambatan ekonomi, penerimaan cukai tahun ini diperkirakan 100,18%, jauh dari tahun-tahun sebelumnya yang bisa mencapai 110%.
Oleh karena itulah, sambungnya, pengkajian pengenaan cukai pada minuman bersoda atau minuman ringan berkarbonasi dan berpemanis (MRKP) yang sempat terhenti akibat pendapat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada pertengahan bulan lalu akan kembali disuarakan.
Seperti diketahui, Kemenkes menyatakan konsumsi MKRP belum menimbulkan dampak berupa gangguan pada kesehatan masyarakat, sehingga belum perlu dikontrol konsumsinya dengan tambahan cukai.
Penilaian Kemenkes sebagai lembaga teknis itu, menyebabkan Kementerian Keuangan tidak bisa mengeluarkan peraturan pemerintah (PP) untuk menetapkan tambahan barang kena cukai (BKC) terhadap minuman bersoda.
Sesuai UU No. 39/2007 tentang Cukai, penambahan BKC hanya bisa dilakukan melalui PP yang dikeluarkan oleh Kemenkeu. Namun, sebelum menetapkan PP tersebut, perlu ada pendapat atau persetujuan dari instansi teknis terkait.
Menurutnya, pada akhir tahun ini, Kemenkes akan memberikan hasil kajiannya ke Kemenkeu. Selain itu, potensi cukai telepon seluler dan emisi kendaraan bermotor pun akan ditinjau lagi.
Tak hanya itu, DJBC juga akan mengusulkan pengenaan bea keluar (BK) pada batu bara dan beberapa komoditi lainnya. Penurunan penerimaan BK tahun ini diakibatkan harga CPO yang masih di bawah US$750 per Metrik Ton (MT), sehingga bea keluar dikenakan 0%.
Selain melemahnya harga CPO, penurunan realiasi penerimaan BK juga imbas dari pelarangan ekspor mineral mentah sebelum membangun smelter, khususnya untuk PT Newmont Nusa Tenggara dan PT Newmont Nusa Tenggara.