Bisnis.com, JAKARTA--Penyederhanaan sistem verifikasi legalitas kayu hingga tiga tahun pascaditerapkan belum memberi dampak berarti terhadap kinerja bisnis industri kecil dan menengah di industri furnitur dan kerjinan.
Ketua Umum Asosiasi Mebel dan Kerjinan Indonesia (Amkri) Soenoto mengatakan hingga tiga tahun mendatang peran industri kecil dan menengah (IKM) tetap linier meskipun sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) disederhanakan.
"IKM tetap linier sekitar 70% dari produsen furnitur dan kerajinan yang ada, kalau dalam ekspor perannya sekitar kurang 6% dari itu, atau sekitar 64%," katanya, di Jakarta, Senin (8/12/2014).
Ekspor furnitur dan kerajinan ditargetkan menyentuh US$5 miliar per tahun pada 2020. Untuk mencapai ini Amkri menargetkan pertumbuhan ekspor 20% per tahun. Pada tahun lalu penjualan ke luar negeri tercatat US$1,8 miliar.
"Porsi 70% IKM dan 30% industri besar ini berubah ketika negara kita sudah dianggap bagus untuk investasi," ucap Soenoto.
Sebelumnya Amkri terus memprotes kebijakan SVLK untuk furnitur dan kerajinan. Apabila ini diterapkan maka IKM di sektor ini semakin terimpit sehingga ekspor jeblok. Eksportir furnitur dan kerajinan dari negara lain yang lebih produktif daripada Indonesia tak menerapkan SVLK, sebut saja Vietnam, China, dan Malaysia. Apabila Kemendag tetap mewajibkan kebijakan ini justru eksportir furnitur semakin kalah pamor dari kompetitor.
Pemerintah menetapkan SVLK untuk industri hilir pengolahan kayu disederhanakan. Walhasil produsen furnitur dan kerajinan skala IKM maupun menengah besar cukup melakukan self declaration bahwa bahan baku kayu yang dipakai adalah barang legal.