Bisnis.com, JAKARTA--SNI mainan anak yang diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 24/M-IND/PER/4/2013 menjadi salah satu kebijakan perdagangan RI yang diwaspadai anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 2014.
Negara yang mewaspadai peraturan tersebut ialah Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Tapi pemerintah dan pebisnis menilai hal itu tak perlu digubris karena semangat dasar pewajiban SNI pada mainan anak untuk perlindungan konsumen domestik.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal, dan Publik Hariyadi B. Sukamdani berpendapat kritik dari anggota WTO tersebut tak perlu disikapi berlebihan.
"Mereka menganggap kebijakan itu proteksi, padahal mereka juga memproteksi industrinya. Kebijakan ini untuk kedaulatan kita, tidak ada yang salah dengan ini," katanya saat dihubungi Bisnis, Jumat (21/11/2014).
SNI wajib mainan harus dilanjutkan karena peraturan ini secara jangka panjang dapat memproteksi industri domestik dan konsumen.
Produk mainan impor tidak bisa seenaknya keluar dan masuk bahkan meraja di pasar domestik mengalahkan produsen lokal.
Kendati demikian pemerintah tetap perlu melakukan perbaikan dari sisi prosedur sertifikasi dan biaya yang harus ditanggung produsen.
"Biaya harus dibuat seringan mungkin dan masuk akal, serta pengawasan berkala [tak boleh lalai]," ucap Hariyadi.
Dirjen Kerja Sama Industri Internasional Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Agus Tjahajana menyatakan negara mitra dagang yang mewaspadai SNI mungkin merasa kebijakan ini sebagai barrier, padahal RI menerapkannya untuk melindungi konsumen domestik.
"Banyak mainan masuk ke Indonesia pakai bahan yang kurang baik meski murah meriah tapi tidak terstandar. Kita tidak bermaksud barrier, tetapi apa salah kalau kita melindungi konsumen?" ucapnya.
Sebelum menerapkan kebijakan tersebut pun Indonesia terlebih dulu mengkonsultasikan kepada WTO.
Peraturan ini sudah lolos verifikasi dari Organisasi Perdagangan Dunia dan para anggotanya pun sudah memberikan pendapat.