Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perindustrian menilai peraturan kemasan rokok polos yang diterapkan Australia merupakan bentuk proteksi terhadap pasar rokok di negara itu lantara sigaret kretek buatan Indonesia semakin laris.
Direktur Minuman dan Tembakau Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Faiz Ahmad berpendapat peraturan tersebut bisa menjurus diskriminasi karena desain kemasan merupakan daya tarik dasar sigaret, serta bagian dari strategi pemasaran produsen.
"Kebijakan itu terlalu mengada-ada dan jadi tidak jelas maksudnya. Resikonya jika terjadi sesuatu terkait kualitas produk rokok malah tidak jelas," tuturnya saat dihubungi Bisnis, Jumat (13/11/2014).
Kebijakan kemasan polos rokok dinilai bisa menimbulkan praktik dagang yang tak sehat antara Indonesia - Australia. Kemenperin mensinyalir peraturan ini sebagai bentuk kekhawatiran pemerintah Negeri Kanguru bahwa pangsa pasar kretek Indonesia di negara mereka semakin besar.
Namun saat ditanya soal volume maupun nilai ekspor sigaret ke Australia, Faiz tak menjelaskan lebih detil. Kementerian Perdagangan mencatat total ekspor tembakau selama Januari - Agustus tahun ini senilai US$687,9 juta tumbuh 11,21% terhadap realisasi periode yang sama tahun lalu US$618,5 juta.
Apabila kebijakan kemasan polos tak dicabut Australia, maka pamor sigaret buatan Indonesia di negara itu bisa memudar lantas berujung kepada pelemahan penjualan. Apalagi kalau yang terimbas adalah rokok kretek tangan yang banyak menyerap tenaga kerja, ditambah lagi pangsa pasarnya di dalam negeri terus menyusut.
"Apa mau menghacurkan pabrik rokok? Sementara andalan pendapatan cukai negara belum bisa digantikan komoditas lain. Cukai 90% dari rokok sedikitnya senilai Rp120 triliun," ucap Faiz.
Perkara soal aturan kemasan polos rokok ini dibahas pula oleh Menteri Perdagangan Rachmat Gobel dalam pertemuan bilateral dengan Menteri Perdagangan dan Investasi Australia Andrew Robb di sela pertemuan APEC Leaders Week 2014, di Beijing, Selasa (11/11/2014). RI meminta Australia meninjau kembali kebijakan ini.