Bisnis.com, JAKARTA- Kepemilikan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) di kalangan pekerja Tanah Air masih minim. Padahal SKKNI diyakini mampu menjadi salah satu penekan arus masuknya tenaga kerja asing saat pelaksanaan masyarakat ekonomi Asean (MEA) akhir 2015.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, terhitung per Oktober 2014 tercatat hanya ada 389 SKKNI dari ribuan sektor tenaga kerja yang ada di Indonesia. SKKNI adalah hal yang wajib harus dimiliki tenaga kerja sesuai dengan Permenaker No. 5/2012 tentang Standar Kerja Nasional.
“Kebutuhan kita ribuan, sekarang hanya ada 389 SKKNI. Saat MEA, SKKNI bisa memberikan perlindungan tenaga kerja kita dari persaingan regional Asean,” kata Direktur Standarisasi Kompetensi dan Program Pelatihan Kemenaker Muhamad Zuhri Bahri, Selasa (11/11/2014).
Menurut Zuhri, fungsi SKKNI di sektor tenaga kerja sangat vital. Dengan kepemilikan SKKNI tenaga kerja bisa memiliki pengakuan baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional, sehingga memiliki daya saing yang kuat.
Zuhri meminta kepada seluruh kementerian dan lembaga non kementerian, serta sektor perdagangan, jasa, dan industri untuk memiliki SKKNI. Sehingga Indonesia tidak terbata-bata saat menghadapi pasar kerja Asean tahun depan.
“Kita memerlukan langkah untuk memproteksi tenaga kerja kita. Caranya dengan SKKNI. Perusahaan yang sudah mempunyai standar kerja khusus sudah baik, tapi standar khusus harus dikembangkan menjadi SKKNI.”
Anggota Komisi Sertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Sugiyanto menambahkan, berdasarkan data Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLUI) tercatat ada 995 sektor keahllian, dan ada ribuan subsektor di bawahnya.
Dalam pelaksanaa MEA ada 12 sektor yang telah disepakati akan dimobilisasi secara bebas, yakni sektor perdagangan barang mencakup bidang pertanian, perikanan, industri karet, industri kayu, industri tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, serta teknologi informasi dan komunikasi.
Adapun empat sektor perdagangan jasa mencakup bidang kesehatan, pariwisata, perhubungan udara, dan logistik.
“Setiap sektor itu ada subsektornya. Itu yang harus kita hadapi. Sektor-sektor itu bisa diberikan standat khusus, SKKNI, atau bahkan standar internasional,” ujarnya.