Bisnis.com, JAKARTA—Ketergantungan terhadap bahan baku dan penolong impor maupun barang modal belum akan surut selama industri penunjang tak berkembang.
Fluktuasi naik dan turun volume maupun nilai impor merupakan hal wajar. Tapi secara kebutuhan bahan baku dan barang modal impor tetap tinggi lantaran industri penunjang di dalam negeri sendiri kurang berkembang.
Dirjen Kerja sama Industri Internasional Kementerian Perindustrian Agus Tjahajana menilai apabila terjadi penurunan impor bahan baku dan penolong bisa mengindikasikan industri penunjang bertumbuh sehingga kebutuhan bisa dipenuhi dari dalam negeri.
“Tapi sekarang ini kita impor lebih karena kita memang belum bisa bikin di dalam negeri. Kita butuh investasi [lebih banyak],” katanya saat dihubungi Bisnis, Selasa (4/11/2014).
Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan berdasarkan kode HS 10 digit selama Januari 2010 – April 2014 menunjukkan ada 9.023 produk hasil industri yang diimpor ke Indonesia. Apabila dikelompokkan berdasarka Broad Economic Categories (BEC) impor dominan sebesar 66,70% adalah bahan baku dan penolong.
Porsi lainnya diisi kelompok barang modal dengan pangsa 26,73% dan kelompok barang konsumsi dengan pangsa 6,57%. Produk impor untuk tiga kelompok barang tersebut paling banyak berasal dari China, yakni porsinya 17,53% untuk bahan baku, 27,64% untuk barang modal, dan 24,13% untuk barang konsumsi.
“Jika bahan baku impor turun tetapi ekspor tidak turun signifikan atau konstan, berarti pasar dalam negeri sedang lesu,” tutur Agus.
Guna menekan ketergantungan terhadap impor maka investasi harus diperbesar terutama aliran kapital ke industri penunjang. Peningkatan penanaman modal juga harus melihat sektor mana yang ketergantungannya tertinggi.
Kementerian Perindustrian menilai sektor yang perlu mendapat dorongan agar lebih banyak investasi masuk ke sektor penunjang salah satunya otomotif. Ketergantungan impor di industri otomotif yang utama adalah besi baja.
Secara keseluruhan Perindustrian memang membidik penanaman modal pada 2015 lebih tinggi dari tahun ini. Sepanjang tahun ini ditargetkan masuk investasi Rp210 triliun, sedangkan pada tahun depan dipatok mencapai Rp270 triliun.
Untuk rasio impor bahan baku sektor industri terhadap PDB industri nonmigas ditargetkan menyusut tipis. Sepanjang tahun ini diasumsikan bertengger di level 43,5% sedangkan pada tahun depan ditargetken turun menjadi 43,1%.
“Kapan kita bisa menekan impor ya kalau investasi di area [industri penunjang] itu membesar,” ucap Agus.
Saat ini komponen terbesar dalam rerata struktur biaya industri manufaktur adalah bahan baku dan penolong sebesar 69,86%. Aspek utama lain adalah tenaga kerja 13,06% baru setelah itu ada bahan bakar 3,35% dan biaya energi listrik.
Hal lain yang diperhitungkan di dalam struktur biaya bagi pebisnis di sektor manufaktur, yaitu sewa bangunan dan tanah 0,73%, pajak tidak langsung 2,40%, dan jasa industri 0,65%. Ada pula bunga pinjaman 1,26%, hadiah 0,15%, dan lain-lain 5,72%.