Bisnis.com, JAKARTA - Presiden terpilih Jokowi-Jusuf Kalla dinilai harus memanfaatkan sentimen positif pasar atas pemerintahan baru melalui implementasi reformasi.
Jika reformasi tertunda, pemerintah dipastikan akan sulit mencapai target pertumbuhan 5,8% pada 2015.
Deputy Country Director Asian Development Bank (ADB) di Indonesia Edimon Ginting menyampaikan secara umum tahun ini fundamental ekonomi negara-negara Asia termasuk Indonesia telah memiliki ketahanan cukup baik terhadap krisis. Daya tahan yang cukup baik inilah yang terwariskan pada pemerintahan Jokowi-JK.
Dalam paparannya, ia mengemukakan ADB mengestimasi Indonesia akan tumbuh 5,8% tahun depan, sejalan dengan tetapan asumsi makro APBN 2015. Optimisme ADB terdorong terutama oleh ekspektasi tinggi pasar terhadap pemerintahan yang reformis.
“Kita ketahui sejak 2012 tren pertumbuhan menurun. Namun mulai semester II ini akan mulai menanjak seiring harapan pada pemerintahan yang akan datang akan memperbaiki iklim investaasi, birokrasi, dan pengalokasian anggaran yang berorientasi pembangunan infrastruktur,” jelas Edimon di Jakarta, Kamis (25/9/2014).
Adapun untuk pertumbuhan tahun ini, ADB telah memangkas estimasi pertumbuhan ekonomi menjadi 5,3% dari ketetapan April lalu yaitu 5,7%. Penurunan ini terdampak oleh situasi moneter yang lebih ketat dan pelarangan ekspor bijih mineral yang membatasi impor sehingga melukai kinerja ekspor sepanjang tahun ini
ADB mencatat ekspor barang terkoreksi 2,3% pada paruh pertama terdampak oleh penurunan permintaan dan lemahnya harga komoditas ekspor seperti batubara dan karet. Adapun impor barang turun 4,4%, dengan penyusutan terbesar pada bahan mentah dan barang modal.
Sementara itu surplus perdagangan pada paruh pertama meningkat hampir 3 kali lipat (year-on-year) menjadi US$2,9 miliar, dan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) sebesar US$13,3 miliar atau setara 3,1% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Adapun sektor manufaktur masih kokoh menjadi penyumbang PDB tertinggi pada paruh pertama lalu, dengan pertumbuhan sektor jasa dan manufaktur sebesar 6,3% dan 5,1% (yoy).
Selain ekspor, pemerintahan baru juga dapat menggantungkan pertumbuhan pada investasi yang menurut catatan ADB, menunjukkan tren peningkatan.
“Investasi sejauh ini masih menjadi pendorong pemulihan, yang masih tentatif itu masalah net ekspor. Namun ekspor juga akan pulih seiring memudarnya dampak negatif pelarangan ekspor mineral,” tuturnya.
ADB merangkum total investasi langsung asing (foreign direct investment/FDI)pada semester pertama adalah US$10,5 miliar dengan total aliran masuk portofolio investasi sebesar US$16,8 miliar. Di saat yang sama, pertumbuhan pinjaman investasi domestik tumbuh 30% meski kebijakan moneter mengetat.