Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berharap dengan adanya kenaikan BBM pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla bisa menggenjot infrastruktur.
Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi mengatakan, yang paling dibutuhkan adalah infrastruktur di sektor transportasi dan logistik.
Dengan sarana dan prasarana translog yang lebih memadai otomatis hal itu bisa memangkas biaya produksi dan distribusi.
"Sekarang ini yang paling besar sekali ongkos logistik. Cost kita bisa 27% dari biaya produksi padahal di negara yang biasa aja 15%-20% itu sudah yang paling mahal," ungkapnya, saat ditemui, Rabu (10/9/2014).
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015 pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono mengusulkan dana infrastruktur sebesar Rp118,8 triliun.
Jumlah itu jauh lebih kecil dibandingkan dengan usulan dana subsidi BBM yang mencapai Rp291,1 triliun.
Selain menguntungkan dari segi infrastruktur, kenaikkan harga BBM, menurut Sofjan juga akan mengatasi masalah defisit neraca transaksi berjalan Indonesia.
Pasalnya defisit inilah yang menjadi salah satu biang keladi kebijakan uang ketat yang kini diterapkan pemerintah.
"Bunga makin tinggi kita makin tidak kompetitif. Kita juga menghadapi exchange rate yang gonjang-ganjing tiap hari. Semuanya karena BBM," paparnya.
Pemangkasan subsidi diharapkan bisa menekan importasi BBM dan mempersempit defisit neraca transaksi berjalan.
Otoritas moneter mengatakan pihaknya akan menurunkan dosis kebijakan uang ketat saat defisit di kisaran 2,5% produk domestik bruto (PDB).
Tahun lalu, defisit neraca transaksi berjalan masih ada di level 3,26%. Akibatnya BI meresponsnya dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan menjadi 7,5%.