Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla memiliki tugas untuk mengatasi kesenjangan pendapatan masyarakat yang saat ini dianggap tidak merata.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Kabinet SBY-Boediono, Firmanzah mengatakan untuk mengatasi kesenjangan tersebut, tugas Joko Widodo-Jusuf Kalla ke depan salah satunya perlu meningkatkan sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
“Berkaca pada 10 tahun ke belakang, pemberdayaan UMKM memang harus lebih ditingkatkan baik dari akses finansial, penggunaan teknologi produksi dan sisi pemasaran,” katanya saat menghadiri rilis Kesenjangan Pendapatan: Harapan Publik Terhadap Pemerintahan Jokowi-JK, di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Senin (1/9/2014).
Firmanzah menuturkan sektor tersebut perlu diperhatikan oleh pemerintahan ke depan guna menciptakan lapangan pekerjaan.
Di Indonesia, kata dia, salah satu lapangan kerja terbesar terdapat pada sektor informal yakni UMKM.
“Saya ingin mengatakan tidak dalam posisi menggurui pemerintahan Jokowi-JK, tetapi setidaknya apabila sektor UMKM terus tumbuh dan bergerak, saya rasa masyarakat ke depan akan memiliki kepastian akan pekerjaan,” paparnya.
Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Indikator Politik Indonesia telah merilis hasil survei yang menyebutkan bahwa lebih dari 90% warga Indonesia mengalami pendapatan kurang merata.
Sementara sebanyak 40% menganggap pendapatan mereka tidak merata sama sekali, dan hanya sekitar 7% yang merasakan pendapatan di Indonesia cukup merata.
Kuskridho Ambardi, Direktur Eksekutif LSI mengatakan pandangan masyarakat tersebut tidak mengagetkan lantaran perbedaan pendapatan merupakan fenomena yang mudah ditemui, baik di desa, kota, Jawa-luar Jawa, antarkelompok, pelajar-kurang terpelajar, pria-wanita dan lainnya.
Dalam survei tersebut, kedua lembaga riset itu melakukan risetnya melalui simulasi koin dengan meminta responden memperkirakan besaran pendapatan yang diperoleh setiap 20% kelompok masyarakat, yang terdiri dari warga paling kaya, kaya, menengah, miskin dan paling miskin.
"Dalam temuan survei disebutkan bahwa sekitar 20% kelompok paling kaya yang berpendapatan paling tinggi menguasai 38% dari total pendapatan di Indonesia.
Jumlah tersebut hampir empat kali lipat pendapatan dari 40% kelompok miskin dan paling miskin yang hanya 19%," paparnya.
Meskipun masyarakat kecil menengah merasakan ketimpangan pendapatan yang sangat berarti, mereka tidak berharap terlalu muluk untuk bisa merasakan kondisi dan suasana yang sama rata dan sama rasa.
"Mereka hanya ingin meredistribusi pendapatan, di mana kelompok termiskin mendapatkan proporsi lebih besar dari yang diperoleh saat ini," papar riset tersebut.
Di tempat yang sama, Ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani mengatakan untuk mengatasi ketimpangan pendapatan tersebut, Joko Widodo-Jusuf Kalla ke depan harus meningkatkan subsidi pertanian.
Caranya, kata dia, pemerintah harus bermain pada supply side dan demand side. Supply side saat ini menurutnya tidak terlalu berjalan dengan baik sehingga tidak memberikan dampak baik bagi para petani.
"Meningkatkan subsidi yang dimaksud bukan berarti hanya pada pupuk dan bibit, tetapi bagaimana agar daya beli petani bisa lebih bersaing," paparnya.
Dia menambahkan, selain sektor pertanian, yang harus ditingkatkan juga adalah sektor UMKM. Problem yang dihadapi pada sektor tersebut, lanjutnya ada pada daya saing.
Aviliani menjelaskan sektor perdagangan di Indonesia lebih terarah pada industri kreatif, ditambah, sektor UMKM ditopang hampir sekitar 80% bergerak pada perdagangan.
"Kalau ke depan pembinaan lebih banyak, maka orientasi ekspor akan lebih tinggi dan pendapatan masyarakat jauh akan lebih merata," paparnya.
Menanggapi hasil rilis tersebut, anggota komisi XI DPR RI Fraksi PDIP, Maruarar Sirait mengatakan hal yang harus diperhatikan untuk mengatasi ketimpangan itu dengan cara meningkatkan pendapatan masyarakat kalangan bawah.
“Jadi tugas Jokowi-JK adalah bagaimana caranya agar meningkatkan daya beli masyarakat,” paparnya.
Dia berpendapat alokasi APBN ke depan harus berhubungan langsung dengan daya beli masyarakat. Karena, kata dia, daya beli masyarakat harus menjadi titik sentral dalam pembangunan ke depan.