Bisnis.com, JAKARTA -- Ketergantungan impor bahan baku kayu untuk industri mebel terus menanjak akibat pasokan kayu yang semakin tipis.
Abdul Sobur, Sekretaris Jenderal Amkri, mengatakan besarnya impor bahan baku akibat dari minimnya produksi hutan tanaman industri (HTI) yang menanam jenis kayu keras.
Menurutnya, kebutuhan impor selama ini untuk mengisi kekurangan pasokan jenis kayu keras.
“Perhutani masih mengutamakan menanam sengon, akasia yang siap dipanen lima tahun, itu semua jenis kayu lunak. Selain itu, besarnya impor juga akibat dari mahalnya kayu keras kita,” katanya kepada Bisnis.com, Senin (1/9/2014).
Perbedaan harga kayu keras lokal dan impor mencapai Rp1,5 juta per meter kubiknya, dengan selisih harga yang ada kalangan industri lebih memilih barang impor.
Ia mengatakan, konsumsi bahan baku impor akan semakin meningkat tiap tahunnya, seiring proyeksi pertumbuhan industri yang berkisar 15% per tahunnya.
“Bayangkan dengan target ekspor lima tahun mendatang yang mencapai US$5 miliar, maka tiap tahun kebutuhan bahan baku bertambah berkisar 1 juta meter kubik per tahun. Apakah kita siap memenuhi kebutuhan sebesar itu?” tuturnya.
Data Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (Amkri) menunjukkan ekspor mebel dari kayu sendiri terus mengalami peningkatan sejak 2011 yang tercatat US$903,98 juta.
Sedangkan pada tahun lalu ekspornya sudah mencapai US$1.191,9 juta.
Untuk ekspor mebel dari rotan juga mengalami peningkatan signifikan sejak 2011 yang nilainya US$117,2 juta, sedangkan ekspor pada 2013 mencapai US$262,4 juta.