Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PENGENDALIAN UTANG SWASTA: Pemerintah Tidak Akan Pilih 2 Opsi Ini

Pemerintah dan Bank Indonesia tengah membahas beberapa opsi pengendalian utang luar negeri swasta. Namun, ada dua model yang tidak akan diadopsi.
 Menkeu Chatib Basri/Bisnis.com
Menkeu Chatib Basri/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dan Bank Indonesia tengah membahas beberapa opsi pengendalian utang luar negeri swasta. Namun, ada dua model yang tidak akan diadopsi.

Menteri Keuangan M. Chatib Basri mengatakan otoritas tidak akan memilih ide yang mengharuskan perusahaan swasta datang ke pemerintah atau BI untuk minta izin berutang.

“Bayangkan saja nanti begitu banyak --puluhan, ratusan, bahkan ribuan -- perusahaan swasta datang untuk minta izin berutang. Ini tidak mungkin dilakukan,” katanya dalam acara buka puasa bersama Kementerian Keuangan, Rabu (16/7/2014) malam.

Kedua otoritas juga tidak berniat memberlakukan gagasan sistem kuota utang luar negeri (ULN) bagi setiap perusahaan debitur. Alasannya, prosedur itu justru akan membuka peluang terjadinya lobi dan ujung-ujungnya perburuan ekonomi rente, sebagaimana sempat dicurigai terjadi pada kebijakan kuota impor sapi atau hortikultura.

“Bagaimana nanti menentukan perusahaan swasta si A boleh, si B tidak boleh? Ini nanti akan membuka ruang untuk diskresi. Ujung-ujungnya seringkali nanti (muncul) yang disebut ekonomi rente,” ujar Chatib.

ULN swasta belakangan menjadi perhatian Bank Indonesia mengingat posisinya yang sejak 2012 menyalip ULN publik – ULN pemerintah dan bank sentral. Hingga Maret 2014, ULN swasta tercatat US$146 miliar, sedangkan ULN publik US$130,5 miliar.

Peningkatan ULN swasta itu turut memicu kenaikan debt service ratio (DSR) menjadi 46,3%. DSR merupakan rasio pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan hasil ekspor suatu negara.

BI mengingatkan pertumbuhan utang yang terlalu cepat akan rentan ketika kinerja ekspor tidak kokoh. Gejolak nilai tukar dapat berdampak buruk ketika sumber-sumber pembayaran utang dalam bentuk valuta asing belum cukup kuat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper