Bisnis.com, JAKARTA- Kinerja industri non migas semester pertama 2014 yang diproyeksikan menurun oleh pemerintah dari 6,74% tahun lalu menjadi 5,6% tahun ini, dinilai cukup realistis.
Sofyan Wanandi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menilai penurunan ini terutama didorong oleh arus barang impor yang terus menggerus produk-produk lokal.
"Mesin industri utama kita seperti tekstil dan garmen, hampir sebagian besar kurang dari negara lain. [Barang produksi] kita tergerus oleh arus impor barang yang lebih murah," tuturnya, Selasa (1/7).
Dia menilai sektor-sektor tersebut kini tidak cukup kompetitif untuk bersaing dengan dunia luar, sehingga turut memberi dampak pada penurunan kinerja manufaktur. "Tekstil dan garmen kita sekarang kalah dengan Vietnam," lanjutnya.
Dia menghimbau akan pentingnya kemampuan produk lokal untuk berkompetisi dengan barang-barang impor.
Selain hal tersebut, dia juga menuturkan bahwa kondisi pra pemilu juga turut ambil bagian pada penurunan kinerja industri. Kondisi ini menurutnya membuat para investor takut berinvestasi dan cenderung bersikap 'wait and see' menanti hasil akhir dari pemilu. Adanya praktek-praktek black campaign juga dinilainya cukup membuat suasana kampanye tidak kondusif.
Dia mengakui bahwa euphoria pemilu memang biasanya mendatangkan peningkatan konsumsi di masyarakat, namun dia menilai kali ini kenaikannya tidak banyak.
"Paling hanya kaos dan atribut," tukasnya.
Adapun kenaikan tarif dasar listrik (TDL) juga disinyalir akan turut ambil bagian pada turunnya kinerja industri ini. Hanya saja menurut Sofyan, efeknya mungkin baru kan terasa di semester 2 tahun ini.