Bisnis.com, JAKARTA—Renegosiasi kontrak tambang milik PT Freeport Indonesia kembali menghadapi jalan buntu alias deadlock. Hal ini terjadi karena Freeport belum juga menerima beberapa poin renegosiasi.
Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengatakan pihaknya kembali mengevaluasi renegosiasi dengan Freeport karena ada indikasi merugikan kepentingan negara. Langkah akan diserahkan ke tim renegosiasi untuk dikaji ulang.
“Pada intinya masih ada beberapa item yang secara prinsipal belum bisa kami setujui, yaitu terkait kelanjutan operasi tambang milik mereka,” ungkapnya ditemui di Kantor Kementerian Perekonomian, Rabu (25/6/2014).
Susilo menyebutkan pemerintah akan mengutamakan kepentingan negara sebagai landasan dalam bernegosiasi. Karena itu, jika dalam renegosiasi tersebut terindikasi adanya kerugian negara, maka pemerintah akan menghentikannya dan akan mengkaji ulang.
Perlu diketahui, Freeport meminta jaminan perpanjangan kontrak berdurasi 20 tahun, sehingga kontrak perusahaan ini akan habis pada 2041 mendatang. Saat ini, durasi kontrak karya milik perusahaan tersebut akan habis pada 2021.
Sementara itu, Undang-undang tentang mineral dan batubara menyebutkan perpanjangan kontrak pertambangan baru bisa dilakukan secepat-cepatnya dua tahun sebelum kontrak tersebut habis. Artinya, pembahasan perpanjangan kontrak Freeport baru dapat dilakukan secepatnya pada 2019 mendatang.
Karena itu, jika pemerintah saat ini meneken perpanjangan kontrak Freeport, maka secara tidak langsung pemerintah melanggar undang-undang yang sudah ada.