Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha forwarder dan perusahaan jasa pengurusan transportasi dan kepabeanan (PPJK) mendesak Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai membenahi sistem layanan kepabeanan pemasukan barang impor atau customs clearance di Pelabuhan Tanjung Priok yang hingga kini masih berbelit, sehingga memicu tingginya dwelling time di pelabuhan.
Wakil Ketua Bidang Kepabeanan DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Widijanto mengatakan asosiasinya masih menerima keluhan dari perusahaan forwarder maupun PPJK mengenai lambannya serta berbelitnya proses pengurusan dokumen importasi di KPU Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok.
"Kami menilai, sistem layanan kepabeanan di Bea Cukai Priok kini justru mundur karena dalam proses importasi harus berkali-kali menyerahkan dokumen impor dari government agent (GA) atau instansi terkait yang berhubungan dengan proses importasi kepada petugas analizing point di Bea Cukai Priok," ujarnya dalam jumpa pers ALFI DKI,pagi hari ini,Sabtu (7/6/2014).
Widijanto yang didampingi Sekretaris Eksekutif ALFI DKI Jakarta Budi Wiyono menyebutkan keluhan anggota ALFI DKI itu banyak ditemukan terhadap kegiatan importasi komoditi bahan baku industri, maupun makanan dan minuman yang verifikasi dokumen impornya juga melibatkan izin dari government agent (GA) a.l. Kementerian Perdagangan, Perindustrian, Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) maupun Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
"Verifikasi izin dokumen impor dari GA itu kok mesti di serahkan secara manual (hardcopy) ke petugas analizing point Bea Cukai Priok?.Padahal ini sangat menyulitkan petugas lapangan kami karena mesti bolak balik, mengapa tidak melalui sistem online saja?," tutur Widijanto.
Dia mengatakan lamanya proses custom clearance di Bea Cukai Priok ini mendongkrak waktu tunggu pengeluaran barang impor (dwelling time) dari pelabuhan, juga menambah mahalnya biaya logistik karena pemilik barang mesti menanggung biaya kelebihan waktu penggunaan kontainer atau demurage rata-rata U$100-U$200 perkontainer per hari. Belum lagi, biaya operasional petugas forwarder dan PPJK di lapangan membengkak.
"Kalau partai besar (kontainernya) lebih dari 100 kontainer misalnya, bisa anda bayangkan berapa beban demurage pemilik barang setiap harinya hanya karena soal sistem layanan custom yang lambat itu," paparnya.