Bisnis.com, JAKARTA—Potensi ekonomi daerah yang terus berkembang membuat kian banyak pengembang besar yang tergiur untuk berekspansi di sektor properti kelas menengah.
Meskipun begitu, ungkap Ketua Umum DPP Realestat Indonesia Eddy Hussy, permasalahan keterbatasan infrastruktur masih membayangi.
Pengembang besar yang masuk ke daerah seringkali kesulitan memperoleh lahan dalam jumlah besar dengan kondisi infrastruktur yang memadai.
“Karena itu kami mendorong kepada pemerintah untuk membatu, khususnya dalam upaya pembangunan kota baru. Untuk mendapatkan lahan yang besar dan bagus di daerah juga susah. Rata-rata infrastrukturnya tidak mendukung,” ujarnya, Selasa (3/6/2014).
Menurutnya, pengembang besar yang aktif masuk pada pengembangan di daerah menyesuaikan dengan potensi pertumbuhan ekonomi yang ada.
Beberapa lokasi yang dimaksud meliputi Surabaya, Bali, Makassar, Medan, Palembang, dan Pekanbaru.
Umumnya pengembangan properti yang dikembangkan berkisar antara harga di atas Rp300 juta atau lebih. Sebagian besar pembeli merupakan masyarakat lokal atau yang tinggal di daerah sekitar.
“Mereka [orang-orang mampu di daerah] selain alasan kebutuhan, pembelian juga dilakukan untuk berinvestasi. Selain berinvestasi di Jakarta, mereka juga aktif di daerahnya masing-masing. Karena kan kegiatan mereka di sana, jadi ada keinginan untuk berinvestasi,” ungkapnya.
Pengembangan yang dilakukan di daerah tidak bisa sama persis dengan yang terjadi di Ibu Kota. Proyek yang dikembangkan disesuaikan dengan hasil survei yang turut memperhatikan populasi dan kemampuan daya beli masyarakat.