Bisnis.com, JAKARTA—Perairan laut Indonesia memiliki nilai strategis dalam lalu lintas perdagangan internasional. Tidak tanggung-tanggung, 45% nilai komoditas dan dagang di dunia dengan senilai US$1.500 triliun per tahun diangkut melalui laut Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Soetardjo dalam acara Diskusi Kebangsaan Krisis Identitas dan Kebangkitan Negara Maritim dengan Memperkuat Perhubungan Laut dan Udara di Jakarta, Sabtu (17/5/2014).
“Bisa dibayangkan, jika perairan Indonesia tutup, perekonomian dunia akan berguncang,” ujar Sharif.
Laut Indonesia, tambah Sharif, mengandung ikan dan kerang yang sangat besar. Dari hasil kajian sebuah lembaga, dia mengungkapkan, jumlah produksi ikan tangkap dapat mencapai 7.3 juta ton/tahun.
Jika sektor perikanan digarap maksimal, Sharif berkeyakinan bahwa pada tahun 2030, Indonesia akan menjadi negara dengan perekonomian terkuat ke-3 atau ke-4 di dunia. “Itu baru perikanan, padahal sektor kelautan tidak hanya perikanan,” katanya.
Laut dalam, misalnya, mengandung sumber daya alam berupa minyak dan gas, serta mineral. “Sekitar 70% migas Indonesia berasal dari laut dalam dan pesisir,” kata Sharif. “Ini belum ditambah dari sektor wisata,” lanjutnya.
Sementara itu, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri mengatakan potensi laut Indonesia dapat mencapai US$1.2 triliun per tahun. “Ini sama dengan tujuh kali APBN,” katanya.
Menurut dia, salah satu potensi laut yang belum tergarap adalah pupuk. Dia mencontohkan bahwa di Jepang 70% pupuk negara itu berasal dari dasar laut. “Bisa dibayangkan potensi Indonesia yang luas lautnya berkali-kali Jepang,” ujar Guru Besar Institut Pertanian Bogor ini.
Hal yang juga juga belum dimanfaatkan maksimal adalah transportasi laut. Menurut Rokhim, biaya logistik Indonesia adalah salah satu yang terbesar di dunia. Biaya logistik Indonesia, ungkapnya, sekitar 24% dari produk domestik bruto. Padahal, di negara maju biaya logistik di bawah 10% PDB.
Oleh karena itu, dia menilai Indonesia harus beralih kepada tranportasi laut. Namun dia segera menegaskan bahwa perubahan orientasi ke sektor kelautan bukan bararti mengabaikan sektor pertanian dan perkebunan.
Menurut dia, jika masalah di sektor kelautan terselaikan, maka dengan sendirinya persoalan di daratan akan berkurang. Dia mencontohkan, dengan mengurangi biaya logistik, maka produk pertanian dan perkebunan Indonesia bisa lebih murah dibanding saat ini.