Bisnis.com, SURABAYA - PT Semen Indonesia Tbk memprediksi beban operasional perseroan naik 3%-4% akibat kenaikan tarif listrik industri yang bisa mencapai 65% sepanjang tahun.
Direktur Utama Semen Indonesia Dwi Soetjipto menguraikan kenaikan tarif listrik sepanjang tahun ini diprediksi 60%-65%. Dengan kenaikan tersebut bila sebuah perusahaan hanya mengandalkan sumber energi dari Perusahaan Listrik Negara maka beban biaya naik 10%-11%.
"Semen Indonesia memiliki pembangkit sendiri seperti di Tonasa 120 MW, Padang 15 mw sehingga tidak seluruhnya terdampak. Dari sekitar 70% energi dari PLN maka pengaruhnya 3%-4% dari total cost," jelasnya, Sabtu (26/4/2014) malam.
Menurutnya, beban tersebut memang cukup besar sehingga harus diikuti dengan strategi efisiensi. Salah satu yang dilakukan perseroan yakni meningkatkan grinding plant (alat penggerus) di Tuban dan Dumai.
"Peningkatan utilisasi peralatan karena ada upgrading bisa menurunkan kenaikan beban biaya paling tinggi 3% akibat kenaikan tarif listrik," tambahnya.
Dwi menilai perseroan juga sedang mengincar energi alternatif berupa pemanfaatan panas buang yang selama ini belum diolah. Program penggalian sumber alternatif itu ditargetkan bisa realisasi tahun ini.
Meski biaya produksi naik, SMGR tidak serta merta merivisi harga jual. Pasalnya, mekanisme harga lebih dipengaruhi pengaruh persaingan pasar dibanding biaya operasional."Tahun depan ada pemain pabrik baru maka persaingannya meningkat. Juga harus hati-hati bicara kenaikan harga," tegasnya.
Berdasar Peraturan Menteri ESDM No.9/2014 tentang Tarif Tenaga Listrik disebutkan kenaikan dilakukan 1 Mei, 1 Juli, 1 September dan 1 November. Kenaikan untuk golongan I3 (>200 kVA) 8,6% dan I4 (>30.000kVA) 13,3%.