Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku industri meminta pemerintah membuat skema penyesuaian tarif tenaga listrik yang saat ini berlangsung setiap bulan menjadi jangka waktu tertentu. Hal ini berfungsi menjaga kestabilan bisnis.
Elisa Sinaga, Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), menilai penyesuaian tarif listrik yang dilakukan setiap bulan atas tiga faktor yaitu nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, Indonesian crude price, dan inflasi menyulitkan industri melakukan perencanaan bisnis.
Kenaikan tarif setiap bulan menyulitkan industri menyusun rencana bisnis dan anggaran. Industri merasa sangat keberatan dengan kebijakan ini. Minimal tarif listrik industri dapat stabil dalam waktu enam bulan, tuturnya kepada.
Dia mengatakan, dengan fluktuasi tarif listrik yang saat ini terjadi, dunia usaha kesulitan melakukan perencanaan diseluruh aspek, yakni produksi, penjualan, dan pengembangan bisnis. Listrik sebagai kebutuhan dasar harga harus diatur pemerintah, tidak dibiarkan sesuai mekanisme pasar.
Jika hal ini terus berlangsung, lanjutnya, daya saing industri dalam negeri yang semakin lemah akan semakin tergerus ketika agenda masyarakat ekonomi Asean diberlakukan akhir 2015. Oleh karena itu, pemerintah harus menjaga kestabilan harga.
Kondisi nilai tukar mata uang, fluktuasi harga minyak mentah yang memengaruhi ongkos produksi listrik, menurutnya juga dialami oleh negara lain, namun, sejumlah negara memiliki kebijakan dalam menciptakan kestabilan harga untuk industri.
Di sisi lain, pemerintah harus memperhatikan tingkat efisiensi ongkos produksi listrik dalam negeri. Karena, hal tersebut memiliki peran penting dalam pembentukan tarif listrik.
Saat ini industri yang melakukan produksi selama 24 jam, menurutnya diberlakukan tidak adil. Hal ini terlihat ketika aktivitas produksi dilakukan pada pukul 18.00 22.00, industri dikenakan beban puncak dengan tarif lebih tinggi 50% dari waktu normal.
Sementara ketika produksi dilakukan pada waktu penggunaan listrik lengang, yakni pukul 23.00 04.00, tarif yang diberikan kepada industri kembali normal. Padahal, jika PLN memberlakukan penaikan 50% pada jam padat, selayaknya pada jam lengang diberikan penurunan tarif.