Bisnis.com, SEMARANG--Pemekaran daerah harus dihentikan karena membebani keuangan negara dan tidak diikuti oleh desentralisasi fiskal dan perubahan pola belanja daerah.
Kepala bagian Umum Sekretariat Ditjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Wahyudi Sulestyanto mengatakan pola belanja di tingkat pemerintah daerah tidak berubah signifikan dalam 10 tahun terakhir.
Porsi belanja pegawai dalam postur APBD mendominasi dan tidak diikuti oleh besarnya penghasilan asli daerah (PAD).
"Pembentukan daerah baru, baik provinsi, kabupaten, maupun kota, sangat merepotkan dan membebani APBN kita kalau tidak distop," ujarnya dalam seminar Kebijakan Fiskal 2014 dan Perkembangan Ekonomi Terkini, Kamis (24/4).
Pada kenyataannya, lanjut Wahyudi, alokasi transfer ke daerah yang mencapai Rp595,55 triliun atau 33% dari total belanja APBN 2014 tidak banyak yang dialokasikan untuk belanja produktif, seperti infrastruktur.
Berdasarkan catatan Kemenkeu, setidaknya ada 15 daerah otonom baru yang ditetapkan sepanjang 2012-2013.
Daerah pemekaran baru tersebut berhak mendapatkan kucuran alokasi APBN dalam bentuk dana perimbangan, dana alokasi khusus prasarana pemerintahan, serta dana transfer lainnya.
Adapun kucuran dana alokasi umum untuk daerah otonom baru, akan dibagi secara proporsional dengan daerah induk menggunakan data jumlah penduduk, luas wilayah, dan belanja pegawai.
"Kenyataannya tidak begitu. Bisa jadi daerah induk tetap dapat 100, daerah otonom baru tidak 50 tapi 100 juga," kata Wahyudi.
Jadi Beban APBN, Pemekaran Daerah Harus Dihentikan
Pemekaran daerah harus dihentikan karena membebani keuangan negara dan tidak diikuti oleh desentralisasi fiskal dan perubahan pola belanja daerah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Ana Noviani
Editor : Rustam Agus
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
1 hari yang lalu