Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SNI WAJIB MAINAN: Omzet Peritel Bisa Anjlok 30%

Penerapan sanksi bagi pelanggar SNI wajib rupanya juga mempengaruhi pengusaha ritel, khususnya yang selama ini banyak memasok produk mainan yang belum ber-SNI.

Bisnis.com, JAKARTA - Penerapan sanksi bagi pelanggar SNI wajib rupanya juga mempengaruhi pengusaha ritel, khususnya yang selama ini banyak memasok produk mainan yang belum ber-SNI.

Namun, mereka berpendapat peraturan tersebut tetap harus didukung karena akan memperkuat industri dalam negeri serta melindungi konsumen.  

Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan memang akan ada kerugian yang diderita peritel atas aturan denda tersebut.

“Karena akan ada kekosongan barang, apalagi untuk mainan yang memang belum siap SNI wajib. Tapi itu hanya sementara karena mereka pasti akan berusaha bagaimana caranya supaya bisa memenuhi standar,” katanya, Senin (14/4/2014).

Wakil Sekjen Aprindo Satria Hamid juga menambahkan pengusaha ritel berpotensi menanggung penurunan omzet sekitar 20%-30% akibat kekosongan pasokan dari produsen yang belum memenuhi SNI wajib.

“Oleh karena itu, kami sudah sampaikan surat kepada produsen dan importir mainan hingga ke kementerian teknis untuk menunda implementasi sanksi paling tidak selama 6 bulan. Aturan ini sebenarnya bagus kalau didukung oleh kesiapan industrinya,” ujarnya.

Peraturan sanksi itu tertuang dalam UU No.7/2014 Pasal 113 yang menegaskan pelaku usaha yang memperdagangkan barang di dalam negeri yang tidak memenuhi SNI wajib atau persyaratan teknis yang diberlakukan secara wajib akan dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.

Dirjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Kementerian Perdagangan Widodo menjelaskan pemberlakuan sanksi untuk pengusaha mainan akan dilonggarkan selama 6 bulan.

Dalam kurun waktu tersebut, otoritas perdagangan akan melakukan pengawasan dalam bentuk pembinaan dan teguran, bukan sanksi pidana.

“SNI wajib [untuk mainan] ini harusnya sudah dilaksanakan sejak Oktober 2013. Kami sudah mengundurnya jadi April 2014, dengan sudah mempertimbangkan jangka waktu yang dibutuhkan untuk masa-masa peralihan."

Dia mengatakan pengawasan akan dilakukan melalui pembinaan. Namun, untuk industri lain yang sudah siap, sanksi pidana tetap diberlakukan sesuai aturan.

Menurutnya, kendala tersulit untuk mengawasi peredaran produk ber-SNI wajib terletak pada terbatasnya sumber daya manusia dan ketiadaan LS-pro di tingkat daerah. “Jadi, selama ini kami melakukan pengawasannya berdasarkan prioritas.”


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor :

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper