Bisnis.com, JAKARTA--Pengusaha mainan keberatan dengan keputusan pemerintah untuk menjatuhkan denda materi dan sanksi kurungan bui terhadap produsen dan importir yang melanggar SNI wajib.
Pasal dalam UU Perdagangan itu menegaskan bahwa “pelaku usaha yang memperdagangkan barang di dalam negeri yang tidak memenuhi SNI yang telah diberlakukan secara wajib atau persyaratan teknis yang telah diberlakukan secara wajib akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.”
Sanksi itu sangat dikeluhkan oleh pelaku industri mainan anak, yang dituntut sudah menerapkan SNI wajib per 30 April. Padahal, tenggat waktu itu dianggap tidak realistis akibat ketidaksiapan infrastruktur yang ditunjuk pemerintah untuk mengurus sertifikasi standar.
Ketua Asosiasi Importir dan Distributor Mainan Eko Wibowo Utomo berpendapat tuntutan untuk ber-SNI wajib boleh tetap diberlakukan bagi pengusaha mainan. Namun, implementasi sanksinya sebaiknya ditunda hingga para pengusaha mainan siap dengan sertifikatnya.
“Pekan lalu, [pihak asosiasi mainan] sudah rapat dengan Kementerian Perindustrian. Ternyata, baru 60 perusahaan [mainan] yang sudah terdaftar untuk mengurus SNI wajib melalui Kemenperin,” ungkapnya kepada Bisnis, Senin (14/4/2014).
Apabila tidak ada kelonggaran dalam penerapan sanksi, lanjutnya, ratusan ribu orang mulai dari distributor hingga pedagang mainan akan tertekan kerugian besar karena tidak bisa lagi berjualan. “Dampaknya bahaya sekali. Kami sudah sampaikan agar [pengawasan sanksi] ditunda, tapi penerapan SNI wajib tetap dilakukan.”
Pihak asosiasi mainan memohon penundaan implementasi sanksi untuk mainan ber-SNI wajib selama setidaknya 3 bulan, dengan pertimbangan tidak ada pengusaha mainan yang akan selesai mengurus sertifikasi standar sesuai batas waktu yang ditetapkan pemerintah.
Keharusan pengusaha untuk memenuhi standar nasional Indonesia diatur secara ketat dalam UU No.7/2014 Pasal 57.