Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertumbuhan Ekonomi 2015 Bisa 6,1%

Pemerintah meyakini pertumbuhan ekonomi 2015 kembali terakselerasi di atas 6% setelah melewati periode stabilisasi selama 2013-2014. nn
Menteri Keuangan M. Chatib Basri /Antara
Menteri Keuangan M. Chatib Basri /Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah meyakini pertumbuhan ekonomi 2015 kembali terakselerasi di atas 6% setelah melewati periode stabilisasi selama 2013-2014.  

Menteri Keuangan M. Chatib Basri mengatakan  pertumbuhan 6,1% tahun depan akan didorong oleh konsumsi pemerintah di tengah kebijakan moneter yang lebih longgar.

Dia memperkirakan pertumbuhan konsumsi pemerintah semakin melesat setelah 2013 berhasil melaju 4,87%, tertinggi dalam 3 tahun terakhir.

Defisit transaksi berjalan yang diproyeksi kian menyempit ke level 2,5%-3% terhadap produk domestik bruto (PDB) akhir tahun ini akan membuat kebijakan moneter mengendur tahun berikutnya. Dengan demikian, pertumbuhan 2015 bisa kembali terakselerasi, didorong oleh investasi dan konsumsi rumah tangga yang sempat mengalami moderasi.

Seperti diketahui, Bank Indonesia sejak Juni 2013 menempuh kebijakan moneter ketat dengan menaikkan suku bunga acuan hingga 175 basis poin menjadi 7,5%. Sejalan dengan itu, pertumbuhan 2013 melambat menjadi 5,78%.

“Kalau current account deficit-nya turun, menteri keuangannya bisa punya ruang fiskal lebih untuk bermanuver sehingga government spending-nya naik. Dari sisi moneter, mungkin ada pelonggaran sehingga investasi naik,” katanya, Senin (7/4/2014).

Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa berpendapat pertumbuhan di atas 6% itu mungkin sepanjang otoritas moneter mengubah kebijakan pengetatan.

“Ekonomi kita selama ini sangat bergantung pada kebijakan moneter. Kalau ngaco, bahaya kita. Kalau benar, aman kita,” ujarnya.

Dia mengingatkan agar pengetatan moneter tidak berlebihan. Jika berlebihan, perlambatan akan berkesinambungan dan tidak tertutup kemungkinan Indonesia jatuh ke jurang resesi.

“Itu terjadi pada 1997/1998. Sulit kita berbalik karena hancur ekonominya,” katanya.

Dia menuturkan sudah saatnya kebijakan moneter kembali ke targeting inflation regime dari current deficit regime yang dianut saat ini.

Menurutnya, pertumbuhan 6% selama ini belum mengakibatkan overheating dan inflasi. “Waktu kita undang investasi ke sini, otomatis mereka akan impor mesin dan sebagainya. Dalam jangka pendek, itu tidak bisa dihindari. Jangan kita sudah undang mereka, lalu kita bingung sendiri,” ujarnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sri Mas Sari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper