Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah menjamin pencatatan transaksi ekspor dalam bentuk cost, insurance and freight atau CIF pada dokumen ekspor tidak akan menjadi acuan untuk menarik pajak lebih besar dari pelaku usaha.
Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai Susiwijono Moegiarso mengatakan pengutipan pajak tetap akan berdasarkan nilai transaksi ekspor riil.
“Artinya, sesuai dengan yang dibayar oleh pembeli. Kalau pakai FOB (free on board), ya FOB,” katanya, Minggu (2/3/2014).
Sebelumnya, terdapat kekhawatiran pengusaha bahwa laporan transaksi ekspor dengan memasukkan biaya asuransi dan pengapalan (freight) ke dalam pemberitahuan ekspor barang (PEB) akan dijadikan basis penghitungan pajak.
Jika terjadi demikian, maka pajak yang harus dibayar pengusaha lebih tinggi dari angka sesungguhnya mengingat eksportir selama ini lebih banyak menggunakan syarat penyerahan barang (term of delivery) FOB.
Kementerian Perdagangan mencatat hanya 8% dari volume ekspor Indonesia yang sudah menggunakan term CIF. Adapun 12% menggunakan term cost and freight (CFR) dan selebihnya FOB.
Adapun volume ekspor sepanjang 2013 tercatat 699,63 miliar ton, naik 16,58% dari kinerja tahun sebelumnya.
Seperti diketahui, PMK No 41/PMK.04/2014 mewajibkan eksportir mencatat nilai transaksi ekspor dalam bentuk cost, insurance and freight atau CIF pada dokumen pemberitahuan ekspor barang mulai 1 Maret 2014.
Beleid itu terbit di tengah kondisi sebagian besar eksportir masih bertransaksi dengan buyer menggunakan term FOB.