Bisnis.com, JAKARTA— Neraca perdagangan Indonesia pada Desember mencatat rekor surplus senilai US$1,52 miliar, menjadi yang tertinggi secara nilai sepanjang 2013.
Data Desember itu melampaui prediksi para ekonom, yang memproyeksi adanya surplus sekitar US$800 juta – US$900 juta. Para analis sebelumnya menilai kemungkinan surplus terbuka akibat faktor ekonomi global, khususnya pemulihan China dan kenaikan harga CPO.
Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Rangga Cipta pun menganalisa mengapa neraca perdagangan di Indonesia, seperti diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini (3/2/2014) mampu surplus.
“Pada Desember, walaupun penurunan impor justru melambat, ekspor tumbuh sangat cepat, sehingga trade balance bisa surplus begitu besarnya,” kata Rangga dalam risetnya yang diterima hari ini, Senin (3/2/2014).
Rangga memberikan dua ulasannya terkait surplus neraca perdagangan pada Desember, yaitu:
- Pada awalnya, naiknya harga CPO sepanjang bulan Desember diperkirakan sebagai penyebab utama.
- Tetapi kemudian, setelah dilihat lebih detil, ada peningkatan yang signifikan pada ekspor bijih, kerak dan abu logam pada bulan Desember sebesar 40% m-m (mont to month)- tahunannya mencapai 73% y-y (year on year). Jika ingin berspekulasi, ini mungkin ada kaitannya dengan penerapan pelarangan ekspor minerba pada awal Januari 2014.
“Hipotesis kami, beberapa perusahaan tambang menggenjot produksinya pada bulan Desember, sehingga mampu mengekspor jauh lebih banyak. Tentu hal ini perlu di konfirmasi dengan data-data lain,” ujarnya.
Jika hal tersebut benar, tambahnya, lonjakan ekspor bijih, kerak dan abu logam tidak akan terlihat lagi di bulan-bulan berikutnya.
“Sehingga, jika perlambatan impor yang signifikan tidak berlanjut, surplus neraca perdagangan yang sebesar itu sulit untuk bertahan,” kata Rangga.