Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah meyakini konsistensi Bank Indonesia memperketat kebijakan moneter mampu menghambat tren kenaikan inflasi inti yang menjadi cerminan merapuhnya fundamental perekonomian Tanah Air.
Menteri Keuangan M.Chatib Basri mengatakan tugas pemerintah hanya menjaga inflasi di sisi suplai, dalam hal ini mengendalikan harga pangan bergejolak (volatile food) dan harga yang diatur pemerintah (administered price).
Adapun bank sentral berkonsentrasi mengendalikan inflasi dari sisi permintaan (demand) melalui kebijakan pengetatan uang (tight money policy), misalnya dengan mengontrol pertumbuhan kredit.
“Selama BI mengontrol kebijakan moneternya, mestinya (inflasi inti) manageable (dapat dikelola),” katanya, Jumat (17/1/2014).
Sementara itu, BI menyatakan tetap melanjutkan pengetatan moneter agar tren kenaikan inflasi inti dalam 5 tahun terakhir tidak berlanjut.
“Kami akan lakukan bauran kebijakan. Kami akan kontrol kredit supaya demand (akibat) pertumbuhan ekonomi terkontrol,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi A. Johansyah.
Seperti diketahui, BI menangkap gejala inflasi inti akan menembus 5% tahun ini setelah sejak 2009, laju inflasi inti terus menanjak. Badan Pusat Statitistik mencatat inflasi inti 2013 sudah 4,98%.
Sempat turun 4,28% pada 2009 setelah melesat ke 8,29% pada 2008 akibat kenaikan harga BBM bersubsidi, inflasi inti menunjukkan tren peningkatan ke arah 5% dalam tahun-tahun selanjutnya (lihat tabel).
Difi mengingatkan situasi ke depan masih penuh risiko sekalipun bauran kebijakan mulai menampakkan hasil, tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang melambat dan defisit transaksi berjalan menciut.
“Masih panjang perjalanan kita,” ujarnya.
Inflasi inti merupakan komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran.
Inflasi inti juga didorong oleh faktor eksternal, seperti nilai tukar, harga komoditas internasional, inflasi mitra dagang; serta ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen.
Tidak seperti inflasi pangan bergejolak (volatile food), inflasi ini tidak terpengaruh oleh kondisi musiman dan kendala teknis di lapangan, seperti hambatan pasokan dan distribusi barang.