Bisnis.com, JAKARTA – Tingkat kesenjangan pendapatan antara masyarakat miskin dan kaya atau yang biasa disebut gini rasio pada 2013 diperkirakan sebesar 0,41-0,42, tidak jauh berbeda dengan indeks sebelumnya pada 2011 yaitu 0,41.
Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Wynandin Imawan mengatakan rasio gini pada 2013 tidak banyak berubah dengan indeks tahun sebelumnya karena masih banyaknya program pengentasan kemiskinan yang belum berorientasi jangka panjang.
“Hasilnya [ gini rasio] sudah dihitung, tapi belum dirilis. Rasionya tidak terlalu jauh dengan indeks sebelumnya, kira-kira 0,412 pada Maret 2013 dan 0,406 pada September 2013,”ucapnya saat dihubungi Bisnis, Minggu (5/1/2013).
Seperti diketahui, sejak 10 tahun terakhir pengentasan kemiskinan mengalami tren perlambatan pengurangan kemiskinan yang berkisar 0,9% .
Tetapi baru-baru ini, (BPS) merilis laporan jumlah penduduk miskin September 2013 justru bertambah 480.000 orang menjadi 28,55 juta, atau 11,47% dari total penduduk Indonesia dibandingkan pada bulan Maret 2013 sebesar 11,47%.
Pertambahan angka kemiskinan tersebut diakibatkan oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Juni 2013 sehingga menciptakan inflasi periode Maret—September 2013 mencapai 5,02% dan merembet pada kenaikan harga pangan.
“Ini yang harus diwaspadai, kenaikan angka kemiskinan bisa berpengaruh terhadap peningkatan gini rasio,”katanya.
Pendapat senada juga diutarakan oleh ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bustanul Arifin yang mengemukakan belum adanya perbaikan yang mendasar pada isu pengentasan kemiskinan di Indonesia merupakan pemicu utama melebarnya ketimpangan pendapatan.
“Saya belum bisa estimasi angkanya. Tetapi jika dilihat dari tren kenaikan gini rasio selama 10 tahun terakhir, besar kemungkinan rasio gini masih tetap atau bahkan menunjukkan peningkatan,”ujarnya.
Walaupun begitu, dirinya menjelaskan tidak ada hubungan yang linier antara kenaikan kemiskinan dengan peningkatan gini rasio karena jika dilihat dari tren yang ada, lambatnya penurunan kemiskinan menciptakan ketimpangannya yang makin lebar.
Menurutnya, setidaknya terdapat tiga faktor yang berpengaruh langsung terhadap peningkatan gini rasio antara lain pengusaan lahan dan sumber daya, komposisi ekonomi makro, dan program pengentasan kemiskinan itu sendiri.
Pertama, penguasaan akses terhadap sumber daya oleh segelintir orang atau kelompok membatasi perolehan akses tersebut terutama masyarakat miskin, misalnya air dan faktor produksi.
Kedua, ketimpangan kondisi makro ekonomi Indonesia. Dirinya menjelaskan ketergantungan Indonesia terhadap sektor konsumsi membuat ketimpangan itu terjadi. “Seharusnya komposisinya seimbang antara sektor konsumsi, pertambangan, manufaktur, dan pertanian. Apalagi, sektor konsumsi tidak menciptakan lapangan baru sebanyak sektor lainnya.”
Ketiga, program pengentasan kemiskinan yang seringkali meleset sehingga manfaatnya tidak dirasakan oleh masyarakat miskin. Salah satunya adalah subsidi pupuk, sambungnya, yang justru dinikmati petani kaya bukannya petani miskin.
“Itu masih salah satunya saja, belum lagi beras miskin [raskin], program keluarga harapan [PKH], dan bantuan langsung sementara tunai [BLSM]. Ini kan ironis, gimana mau rakyat miskin berkurang, target program kemiskinan meleset semua,”imbuhnya.