Bisnis.com, BANDUNG - Internal Control System (ICS) UTZ Cocoa Certified Europe Union Inspector HACCP Kementerian Pertanian enggan mensertifikasi kakao di Jabar akibat perilaku petani yang masih kurang merawat kakao sebagai komoditas unggulan.
Iyus Supriatna, anggota Internal Control System (ICS) UTZ Cocoa Certified Europe Union Inspector HACCP Kementerian Pertanian, mengatakan sertifikasi kakao telah dilakukan di Jimbrana, Bali, di mana petani mereka sudah melakukan kontrak ekspor dengan pihak Eropa.
“Komoditas kakao ini harus dilakukan secara berkelanjutan. Jika perilaku petani masih kurang merawat tanamannya, sertifikasi sulit dilakukan,” ujarnya, Kamis (12/12/2013).
Dia menjelaskan untuk mendapat sertifikasi harus ada campur tangan dari pemerintah dengan menggencarkan penyuluhan dan penerapan teknologi dalam menggenjot produksi kakao.
Selama ini pemerintah hanya terjun sesekali ke lapangan dengan tidak ada tindakan berkelanjutan, sehingga petani malas untuk mengembangkan kembali kakao. Namun, pemerintah tetap mendorong petani kakao di Jabar untuk menggenjot produktivitas tanaman agar mendapat sertifikat.
Iyus menyebutkan harga kakao di dunia saat ini relatif tinggi di kisaran US$3 - US$5 per kilogram, bahkan kualitas biji kakao Indonesia terbaik ketiga dunia di bawah Pantai Gading dan Ghana.
Menurutnya, hal itu menjadi kesempatan bagi para petani kakao di Jabar untuk terus digenjot agar produksi kakao mereka bisa menyasar pasar ekspor. Saat ini luas perkebunan kakao di Jabar mencapai 10.000 ha dengan total produksi mencapai 2.000 ton per tahun. (Adi Ginanjar Maulana/Wandrik Panca Adiguna)