Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku logistik nasional meminta pemerintah tidak memasukkan jasa logistik dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) yang bakal membatasi kepemilikan asing di sektor ini.
Zaldy Mashita, Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), mengemukakan pembatasan asing dalam sektor jasa logistik dikhawatirkan berpotensi melemahkan daya saing logistik nasional secara global.
"Kompetisi antarperusahaan logistik [lokal] dalam meningkatkan service level akan berkurang. Pemain logistik kita akan terbiasa sebagai jago kandang tanpa adanya peningkatan daya saing di tingkat regional ataupun global," ujarnya, Rabu (6/11/2013).
Dia menambahkan pemerintah seharusnya lebih fokus pada perbaikan infrastruktur serta mendorong peningkatan kemampuan perusahaan logistik nasional guna menghadapi persaingan global dibandingkan bersikap protektif terhadap investasi asing.
Selain itu, kata Zaldy, implementasi best practise maupun supply chain di sektor logistik nasional bakal sulit direalisasikan jika terjadi pembatasan asing di sektor ini. Dengan kondisi tersebut, daya saing logistik Indonesia akan semakin tidak kompetitif sehingga peringkat logistik tidak mengalami perbaikan.
Adapun, dalam Logistif Performance Index (LPI) yang dirilis pada 2012 lalu menempatkan peringkat logistik Indonesia di posisi 59 dari 155 negara yang disurvei Bank Dunia.
Survei yang dilakukan setiap dua tahun sekali itu bahkan menempatkan performa logistik Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara di regional Asean, seperti Malaysia, Thailand, Filipina dan Vietnam.
Menko Perekonomian M Hatta Rajasa sebelumnya mengatakan pembatasan kepemilikan asing di jasa logistik dan transportasi merupakan salah satu poin diskusi utama antara pemerintah dengan Kadin Indonesia terkait rencana revisi DNI.
Dia menegaskan draf peraturan pemerintah tentang revisi DNI itu akan diserahkan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seusai konsultasi terkahir pemerintah dengan Kadin dan Apindo.
"Seperti rekomendasi Kadin tadi jelas, untuk sektor logistik agar tidak terbuka," ujar Hatta usai silaturrahmi Kadin dengan Presiden di Istana Bogor, Senin (4/11/2013).
Kendati demikian, lanjutnya, permasalahn utama dalam membuka sektor logistik dan transportasi untuk investasi asing adalah pertentangan antara undang-undang dan kesepakatan Asean soal kepemilikan perusahaan asing hingga 60%.
Menurut Zaldy, pembatasan asing juga bakal memicu perusahaan nasional untuk melakukan pengembangan penggunaan teknologi terkini pada moda-moda transportasi dan pengelolaan indormasi agar lebih efesien dalam operasinya.
"Dan perlu diperhatikan, jika pemerintah tetap memasukkan logistik dalam DNI, terkesan tidak konsisten pada kesepakatan Asean terkait pelaksanaan liberalisasi jasa layanan logistik dan integrasi dengan jaringan logistik global sesuai Sislognas," katanya.
Sebelumnya, perusahaan konsultan Frost & Sullivan mengestimasi industri logistik Indonesia pada tahun diperkirakan akan tumbuh 14,5% mencapai Rp1,63 triliun dari tahun lalu mencapai Rp1,43 triliun.
Gopal R, Global Vice President Transportation & Logistic Practice Frost & Sullivan, mengemukakan aliran modal yang agresif diharapkan mampu mendorong kegiatan manufaktur dan meningkatan permintaan logistik di Indonesia.
Kendati demikian, katanya, pasar logistik di Indonesia yang terfragmentasi lantaran banyaknya perusahaan penyedia jasa logistik skala kecil maupun menengah yang menggunakan strategi penerapan harga ekonomis daripada berfokus pada perbaikan kualitas layanan.