Bisnis.com, MALANG — Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (Formasi) meminta pemerintah menurunkan tarif cukai rokok untuk pabrik rokok (PR) kecil bersamaan dengan pemberlakuan dengan pajak rokok per-1 Januari 2014.
Sekretaris Umum Formasi Suhardjo mengatakan Ditjen Bea Cukai telah mewacanakan target penerimaan cukai pada 2014 naik 5% bila dibandingkan target penerimaan 2013 menjadi Rp114,3 triliun %. Dengan tarif cukai rokok sebesar itu, maka hampir dipastikan cukai rokok naik pada tahun depan.
“Karena itulah kami jelas menolak kenaikan tarif cukai rokok,” kata Suhardjo di Malang, Selasa (8/10/2013).
Pertimbangann penolakan atas kenaikan tarif cukai rokok, karena pada tahun depan diberlakakan pajak rokok mengacu UU No 28 tahun 2019 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dengan diberlakukan pajak tersebut, maka nantinya ada tambahan beban 10% dari nilai cukai rokok selain PPN 8,4%.
Pengenaan cukai, pajak rokok, dan PPN tersebut jelas memberatkan PR kecil karena produknya semakin kalah bersaing dengan PR besar. Apalagi PR besar juga bermain dengan PR kecil dengan mendirikan PR kecil yang berafiliasi dengan PR besar.
“Kami kalah bersaing dengan PR besar karena brand mereka sudah kuat.” Sedangkan dengan PR kecil yang berafiliasi dengan PR besar kalah bersaing dari sisi harga karena rokok produksi PR kecil dijual lebih murah daripada rokok produksi PR kecil non-afiliasi PR besar.
Secara ketentuan, kenaikan tarif cukai bertentangan dengan UU No, 28 tahun 2009. Dalam penjelasan pasal 29 UU tersebut mengisaratkan tarif cukai rokok tidak naik bersamaan dengan pemberlakuan pajak rokok.
Karena itulah, Formasi tarif cukai rokok untuk PR kecil justru diturunkan agar mereka bisa tetap hidup.
Penurunan tarif cukai untuk PR kecil, dia nilai, tidak terlalu berpengaruh pada penerimaan cukai karena sumbangunan mereka kecil, hanya 7%. “Jadi PR kecil yang mencapai ratusan itu, sumbangan terhadap cukai hanya kecil, kalah jauh dibandingkan lima PR besar, yakni Sampoerna, Gudang Garam, Djarum, dan Bentoel.”
Namun dalam penyerapan tenaga kerja, cukup berperan sehingga dapat menjadi penyanggah sosial saat terjadi krisis ekonomi.
Pemerintah perlu melindungi PR kecil karena tidak mungkin bisa memenangkan persaingan PR besar karena pertarungannya tidak seimbang.
Saat ini saja, dengan adanya berbagai regulasi tentang industri tembakau, jumlah PR kecil di Malang menyusut dari 300 PR pada 1990-an menjadi hanya 40 PR pada tahun ini.
Dia khawatir, jika pemerintah tetap berkukuh untuk memberlakukan kenaikan tarif cukai pada 2014, maka dikhawatirkan banyak lagi PR kecil yang berguguran, bangkrut, setidaknya mengurangi tenaga kerjanya.
Dia memperkirakan, pengurangan tenaga kerja di industri rokok kecil diperkirakan mencapai 20%-30%. Pengurangan tenaga kerja itu merupakan pilihan yang tidak bisa dihindari agar PR kecil bisa bertahan di tengah persaingan yang makin sengit serta regulasi yang makin menekan mereka.
Sampai saat ini jumlah tenaga kerja dari 40 PR di Malang Raya yang masih aktif diperkirakan mampu menyerap 24.000 tenaga kerja. “Kalau tarif cukai dinaikkan, maka ada pengurangan pekerja setidaknya 4.800 tenaga kerja.”