Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Antidumping, Industri Minta Investigasi BMAD PET Dihentikan

Bisnis.com, JAKARTA - Penerapan bea masuk antidumping (BMAD) polyethylene terephthalate (PET) diprediksi membuat deindustrialisasi industri makanan dan minuman, karena industri  menjadi tidak memiliki daya saing.

Bisnis.com, JAKARTA - Penerapan bea masuk antidumping (BMAD) polyethylene terephthalate (PET) diprediksi membuat deindustrialisasi industri makanan dan minuman, karena industri  menjadi tidak memiliki daya saing.

PET merupakan bahan baku kemasan yang banyak digunakan oleh industri makanan dan minuman.

Pengurus Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) Rahmat Hidayat mengatakan bila pemerintah menerapkan BMAD pada PET sebesar 10%, produsen pengguna kemasan akan menaikkan harga jual ke konsumen hingga 10%-15%.

Dalam kondisi melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat saat ini, kebijakan ini diprediksi bisa membuat daya saing industri makanan dan minuman dalam negeri melemah.

Apalagi, dalam waktu dekat Indonesia akan memasuki Asean Economic Community (AEC) pada 2015.

“Ketika semua harga pada naik, persaingan dalam negeri akan terganggu, nanti dikhawatirkan akan banyak produk impor yang masuk. Sementara itu, menghadapi 2015, Indonesia harus menjaga daya saingnya,” kata Rahmat dalam konferensi pers bersama Lintas Asosiasi Makanan dan Minuman, Rabu (25/9).

 Logikanya, lanjut Rahmat, bila harga jual produk kemasan ke konsumen meningkat, akan mengganggu biaya produksi perusahaan.

Adapun yang paling besar menerima dampaknya adalah perusahaan industri kecil menengah. Diprediksi, kelompok IKM tersebut akan menjadi pihak yang paling tertekan.

“Bahkan, jangka panjangnya, ketika Indoenesia sulit bersaing, akan banyak produsen kemasan atau makanan dan minuman yang akan beralih menjadi trader, tak aktif lagi jadi produsen. Akan banyak juga perusahaan besar yang memiliki tenaga kerja banyak akan tutup. Ya bagaimana, untung pasti tergerus,” ujar Rahmat.

Seperti diketahui, PT Indo-Rama Synthetics Tbk, PT Indorama Ventures  Indonesia, dan PT Polypet Karyapersada yang mewakili industri dalam negeri mengajukan permohonan kepada Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) untuk melakukan penyelidikan Anti Dumping atas barang impor PET (nomor HS 3907.60.10.00; 3907.60.20.00; dan 3907.60.90.00.) yang berasal dari Republik Korea, Republik Rakyat Tiongkok, Singapura, dan Taiwan. Dengan kata lain, pemerintah dimohon untuk mengenakan BMAD pada PET.

Namun, langkah tersebut dinilai akan merugikan kinerja industri makanan dan minuman serta industri kemasan. Pasalnya, pengenaan BMAD akan memicu produsen PET dalam negeri dengan pangsa pasar di atas 70% untuk menaikkan harga bahan baku plastik.

Ada kekhawatiran langkah ini hanya dijadikan lahan monopoli oleh beberapa pabrik PET milik Indorama. Pasalnya, jika monopoli terjadi, hanya pihak Indorama yang diuntungkan.

Juru Bicara Lintas Asosasi Makanan dan Minuman Franky Sibarani mengatakan proses investigasi petisi dumping atas impor PET harus dihentikan lantaran beberapa unsur bukti awal dari petisi yang diajukan oleh sejumlah produsen PET tidak terbukti.

Menurutnya, proses investigasi harus dimulai dengan tiga bukti, yakni adanya barang dumping, kerugian dan hubungan sebab akibat antara keduanya.

Franky menjelaskan  dalam petisi yang diajukan group Indorama tersebut diduga impor PET dari Singapuran, Taiwan, China, dan Korea Selatan menerapkan harga yang lebih murah dibandingkan industri dalam negeri sehingga menyebabkan kerugian.

Padahal, berdasarkan data KADI, harga PET Impor masih lebih tinggi dibandingkan harga petisioner (Group Indorama) dalam negeri dan petisioner terus menaikkan harga jualnya selama periode investigasi.

“Secara ilustrasi indeks digambarkan, rata-rata, petisoner menaikkan harga 15,3% dalam 3 tahun, sedangkan harga impor dari negara yang diajukan naik 24,6%. Dapat disimpulkan, tidak terdapat hubungan kausalitas antara dugaan kerugian dan PET impor yang diinvestigasi,” jelas Franky.

Selain itu, petisioner tercatat melakukan akuisisi atas dua produsen PET di Indonesia pada 2011 dan 2012. Menurut Franky, ini membuktikan petisioner tidak mengalami kerugian. “ Investigasi ini harus dihentikan. Apalagi sekarang kinerja industri mamin sedang dalam tekanan.”

Ketua Umum Aspadin Hendro Baroeno mengatakan industri dalam negeri akan terganggu bila pemerintah bersikeras menerapkan BMAD PET ini.

Menurutnya, pemerintah harus mengambil keputusan dengan bijak. Saat ini, kontribusi biaya kemasan ke harga produksi makanan dan minuman berkisar antara 20%-80%. Jadi, setiap kenaikan harga sekecil apapun akan berpotensi menurunkan daya saing.

Hendro menegaskan industri makanan dan minuman dalam negeri menyumbang kurang lebih 10% GDP nasional. Permintaan PET di Indonesia pada 2012 mencapai 156.000 ton dan pada tahun ini diperkirakan meningkat hingga 177.000 ton. Produksi PET pada tahun yang sama mencapai masing-masing 417.000 ton pada 2012 dan 467.000 ton pada 2013.

Adapun setiap tahun, eskpor PET Indonesia mencapai 250.000 ton sehingga hanya 167.000 ton yang dikonsumsi dalam negeri sehingga terjadi defisit pasokan.

“Kalau hanya ada Indorama saja sulit yah, kami tidak bisa tergantung pada satu suplai saja,” kata Hendro.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper